Salah Siapa

Rabu 25-03-2020,05:05 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Saya tahu jawabnya. Tapi saya belum ingin menuliskannya. Saya khawatir akan menjadi skandal ilmu pengetahuan di sini.

Menulis skandal itu hanya akan menambah keributan. Tidak produktif. Justru hanya akan mengalihkan konsentrasi kita. Toh itu sudah lewat.

Kalau pun ditangani sekarang juga sudah seperti mobil listrik --terlambat.

Lebih baik kita tetap fokus untuk terus mencegah meluasnya Covid-19.

Saya mengerti kejengkelan Amerika itu. Tiba-tiba saja jumlah penderita Covid-19 sudah 46.000. Tadi malam WIB.

Tapi saya juga mengerti kejengkelan Tiongkok pada Amerika. Lalu Tiongkok tiba-tiba menutup akses data itu.

Tidak ada penjelasan dari Tiongkok: mengapa lab di Shanghai itu tiba-tiba ditutup.

Hanya dua-tiga hari setelah data itu dibuka ke dunia internasional.

2

Lab di Shanghai itu semula menjadi pusat informasi dunia soal Covid-19. Tiba-tiba saja ditutup. Tidak ada lagi yang bisa menghubunginya.

Tidak hanya itu.

Tiongkok juga menolak kedatangan tim dokter Amerika. Yang niatnya untuk membantu mengatasi wabah di Wuhan.

Amerika terus mendesak agar tim medis mereka boleh datang ke Wuhan. Benar-benar untuk membantu Tiongkok --yang mestinya kewalahan.

Tapi Tiongkok tetap menolak tawaran itu.

Amerika sangat marah atas penolakan itu. Perang dagang merembet ke perang soal wabah. Menjadi \'api dalam sekam\'. Membuat Amerika mendidih di dalam sekam itu. Mungkin mirip mendidihnya hati Rahwana saat melihat putrinya, Dewi Shinta, dibiarkan merana di dalam hutan oleh suaminyi: Rama.

Maka Rahwana pun menculik putrinya itu untuk dibawa pulang ke Alengka. Shinta lantas ditaruh manis di istana. Sampai kemudian diculik lagi oleh Hanoman.

Tapi Amerika tidak perlu menculik apa pun. Kalau pun tidak mendapat sampel virus dari Wuhan toh ada cara lain. Kan sudah ada orang Amerika yang pulang dari Wuhan dengan membawa Covid-19.

Tags :
Kategori :

Terkait