RIO DE JANEIRO - Piala Konfederasi 2013 telah usai. Bagi Brasil, persoalan utama bukan terkait sukses atau tidaknya Selecao -sebutan Timnas Brasil- meraih juara, melainkan bagaimana rapor Piala Konfederasi sebagai test case Piala Dunia 2014. Nah, dari penilaian FIFA (Federasi Sepak Bola Dunia), Negeri Samba ternyata masih memiliki banyak catatan. Yang paling fundamental, versi FIFA, adalah infrastruktur stadion. Sejak terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2014 enam tahun lalu, Brasil dianggap tidak banyak melakukan banyak progres sampai digelarnya Piala Konfederasi. Tidak selaras pula dengan Ordeme Porgresso (tatanan dan kemajuan), moto negeri berbahasa nasiona Portugis itu. Sebagai catatan, beberapa venue Piala Konfederasi, yang sekaligus venue Piala Dunia, proses renovasinya tidak selesai tepat waktu. Beberapa stadion bahkan masih sibuk berbenah sehari sebelum menggelar pertandingan, tak terkecuali Estadio Maracana sebagai venue utama. \"Padahal, di Brasil, stadion sudah seperti katedral. Stadion sekaligus warisan,\" kata Presiden FIFA Sepp Blatter dalam evaluasi Piala Konfederasi 2013 di Hotel Copacabana, kemarin WIB (2/7). Blatter pun menuding, pemerintah Brasil punya andil terhadap lambannya progres infrastruktur stadion. Sebagai catatan, ketika terpilih sebagai tuan rumah, presiden Brasil masih Luiz Inacio Lula da Silva. Sedangkan presiden sekarang adalah Dilma Rousseff yang menjabat sejak 2011. \"FIFA tidak pernah meminta tuan rumah Piala Dunia membangun stadion yang berasitektur tinggi. Kami hanya minta stadion yang sesuai standar untuk laga semifinal dan final,\" jelas orang nomor satu FIFA selama empat periode atau sejak 8 Juni 1988 itu. Brasil sebagai negara dengan perekomonian terbaik keenam di dunia, FIFA memang sempat berharap banyak. Tapi, FIFA akhirnya juga menyadari munculnya gejolak protes dari warga negara Brasil karena menganggap negerinya menghambur-hamburkan terlalu banyak uang untuk menggelar event olahraga. Manifestacao alias demonstrasi yang menjurus anarki dan telah melibatkan lebih dari 1 juta orang di hampir 100 kota di Brasil selama perhelatan Piala Konfederasi memang tak mengoyahkan FIFA untuk tetap memercayai Brasil sebagai tuan rumah Piala Dunia tahun depan. Tapi, beberapa pihak meragukan faktor keamanan di Piala Dunia tahun depan. \"Brasil memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) sebagai tuan rumah Piala Dunia, dan saya kira jaminan keamanan tak kalah penting,\" ucap Gabriel Sans, jurnalis asal Mundo Deportivo. Mundo Deportivo adalah media yang menulis pertama berita tentang beberapa pemain Spanyol yang kehilangan uang di hotel mereka di Recife seusai laga pertama Piala Konfederasi kontra Uruguay (15/6). Sedangkan suara-suara dari publik Brasil menginginkan agar pemerintah harus mampu menarik simpati masyarakat untuk menyukseskan Piala Dunia tahun depan. Juga menerapkan kebijakan-kebijakan yang bisa meredam gejolak atau setidaknya mencegah warga Brasil untuk turun ke jalan yang ujung-ujungya tidak lagi menyuarakan aspirasi, melainkan berbuat anarki. \"Piala Dunia tidak akan sukses seandainya orang Brasil semakin tidak percaya dengan pemerintahnya,\" ujar Almeida Varela, pemilik kios koran di kawasan Avenida Rio Branco. Minimnya volunteer di Piala Konfederasi sekaligus imbas buruk dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Volunteer kebanyakan direkrut dari kalangan mahasiswa. Di sisi lain, mahasiswa justru berada di pihak yang berseberangan alias motor dalam berbagai aksi demo sepanjang perhelatan Piala Konfederasi. \"Secara pribadi, saya mendukung manifestacao karena banyak pula teman-teman saya yang ikut berjuang. Tapi, terlibat dalam event internasional seperti Piala Konfederasi adalah pengalaman yang sangat berharga untuk dilewatkan,\" tutur Ana Lucia de Souza, mahasiswi yang memilih menjadi volunteer di Arena Fonte Nova, Salvador. (dns)
FIFA Beri Catatan
Rabu 03-07-2013,09:07 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :