Autis

Sabtu 06-06-2020,05:00 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

SAYA tidak bisa bernapas!” Teriakan George Floyd di Minnneapolis itu tidak bisa diucapkan Iyad Halak di Israel. Iyad ketakutan luar biasa: laras senjata mengarah ke dirinya. Ia lari. Ditemukan tewas di ruang persembunyian.

Polisi memang sudah memperingatkannya: untuk membuang senjata di tangan Iyad. Polisi juga memerintahkan agar Iyad angkat tangan. Tapi Iyad tidak memahami itu. Ia seorang pemuda berkebutuhan khusus: mengalami autisme. “Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!….\" tujuh tembakan mengarah ke dirinya. Ia tewas.

Itulah yang dialami Iyad Halak. Di kota lama Jerussalem Timur. Saat Iyad hendak berangkat mengikuti pendidikan untuk orang berkebutuhan khusus. Koran-koran Israel pun menjadikan peristiwa itu berita besar.

Berhari-hari. Apalagi beberapa hari kemudian ada peristiwa di Amerika itu: George Floyd itu. Yang sudah berteriak “Saya tidak bisa bernapas” tapi terus saja lehernya ditindih dengkul polisi kulit putih di Minneapolis. Floyd yang kulit hitam tewas di dengkul polisi. Iyad yang Palestina tewas di moncong senjata polisi Israel.

Kini polisi Israel itu ditahan. Untuk dilakukan pengusutan. Atasan regu itu semula juga ditahan. Tapi dilepas hari itu juga --mengaku sudah melarang penembakan itu. Si polisi juga ingin selamat. Ia membantah keterangan atasannya itu. Ia juga beralasan di tempat penembakan itu sering terjadi perlawanan orang Palestina pada polisi. Hari itu si polisi takut orang yang lagi lewat itu membawa senjata. Terbukti posisi tangannya di dada.

“Tiap hari ia memang kami minta membawa ponsel. Agar kalau perlu pertolongan bisa menghubungi keluarga,” ujar ayah Iyad, seperti dikatakan pada harian The Times of Israel.

Iyad yang mendekap ponsel itu dikira menyembunyikan senjata. Iyad yang mengalami autisme dikira tidak patuh pada perintah. Keluarga Iyad hanya bisa marah-marah. Apalagi lantas ada demo anti-rasis di Amerika. Maka di Jerussalem pun muncul demo pro-Iyad. Meski jumlahnya hanya sekitar 100 orang. Yang juga dengan mudah dibubarkan.

2

Koran-koran di Israel terus memberitakan peristiwa ini. Sampai kemarin. Ketua rabbi (ulama Yahudi) di Jerussalem, Aryeh Stern, sampai datang ke rumah Iyad. Untuk menunjukkan simpati dan duka umat Yahudi. Kepada sang rabbi ayah Iyad minta keadilan. Sang ayah juga sudah membuat video yang beredar luas. Isinya: tidak akan mau didatangi pejabat pemerintah --sebelum polisi itu dijatuhi hukuman.

Padahal salah satu menteri kabinet sudah merencanakan ke rumah Iyad. Setelah melihat video itu rencana pun dibatalkan.

Peristiwa itu terjadi di ruang terbuka tidak jauh dari Lion\'s Gate tembok Jerussalem. Kota tua Jerussalem memang dilindungi pagar tembok tinggi. Yang dibangun tahun 1500-an. Panjang tembok itu sekitar 6 Km --diberi 9 pintu gerbang masuk kota. Masing-masing gerbang ada namanya. Yang masih berfungsi sekarang tinggal 7 gerbang.

Di lokasi Iyad terbunuh itu memang ada kampung padat. Penghuninya banyak yang Palestina. Beragama Islam. Masjid Al Aqsa tidak jauh dari lokasi penembakan itu.

Saya menyesal tidak membuat video ketika dulu menelusuri liku-liku gang di kampung ini --sebuah kota tua yang sangat unik.

Saya bisa membayangkan Iyad lagi keluar dari gang yang naik turun itu. Lalu berjalan menyeberangi pelataran terbuka dekat gerbang. Dan tewas akibat takdir autismenya. Saya mengikuti perkembangan di Israel karena ada tender raksasa di sana: pembangunan instalasi penjernihan air laut terbesar di dunia. Untuk menjadi air minum negara itu.

Tentu saya tidak ikut tendernya. Bukan bidang saya. Pun bukan kelas saya. Hanya saja tender itu sarat dengan muatan politik. Terutama ketika menentukan siapa pemenangnya. Tinggal dua perusahaan besar yang masuk “final”: perusahaan Tiongkok dan perusahaan Amerika.

Seminggu sebelum penentuan pemenang Menlu Amerika Mike Pompeo ke Tel Aviv. Untuk mengingatkan agar Israel jangan sampai memenangkan perusahaan Tiongkok.

Tags :
Kategori :

Terkait