Ramadan Sebagai Bulan Kemenangan

Kamis 11-07-2013,09:09 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Oleh: Sugino Abdurrahman Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kota Cirebon   SALAH satu tema yang sering luput dari pembicaraan kita seputar Ramadan adalah di bulan suci ini Rasulullah beberapa kali memimpin sahabat  melakukan perang melawan orang kafir. Bahkan perang besar seperti perang badar terjadi pada bulan Ramadan. Dan pada bulan Ramadan itulah umat Islam meraih kemenangan. Oleh karena itu, kehadiran bulan seribu berkah ini, harus menjadi momentum kebangkitan kita untuk merekonstruksi  bangunan umat Islam agar kuat, kokoh dan mandiri secara ekonomi, sosial budaya dan politik, untuk mengembalikan masa kejayaan Islam Sebagaimana kita maklumi Ramadan mendidik kita menjadi muslim yang sadar akan jati dirinya sebagai hamba Allah pengusung risalah Ilahiah. Kesadaran itu mengharuskan kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan merapatkan ukhuwah dengan sesama. Karena dengan modal itulah kita akan berhasil mengatasi berbagai tantangan dan kendala yang menghadang. Kesatuan kata dan rapatkan barisan adalah perintah Islam yang dijadikan fundamen untuk menegakkan umat. Islam mempunyai dua misi di dunia ini. Pertama, membentuk individu muslim yang berdiri di atas pondasi iman yang kokoh, pemikiran yang jernih dan akhlak mulia. Kedua, membentuk umat Islam yang berdiri di atas kalimat tauhid dan kesatuan kata. Umat yang dikehendaki Islam adalah umat yang satu, tidak mengenal perpecahan, permusuhan, dan pertentangan. Solidaritas sosial yang bersifat keorganisasian, kesukuan, dan kebangsaan, tidak boleh mengalahkan ikatan tauhid dan ukhuwah Islamiyah. Ikatan-ikatan duniawiyah yang parsial itu harus lebur dalam kesatuan akidah, kesatuan syariah dan kesatuan umat. Setiap fanatisme sempit terhadap golongan, suku, atau bangsa adalah perlawanan terang-terangan terhadap Islam. Logika zaman, kemaslahatan atau agama mengharuskan para pemimpin umat atau siapa pun untuk menciptakan persatuan dan menjauhkan umat ini dari perpecahan. Logika agama menjadikan umat ini sebagai umat yang satu. Islam menyatukan aqidahnya, syariatnya, kiblatnya, suri tauladannya, pemahaman dan syiarnya. Jadi umat ini adalah umat yang satu, dipandang dari segala segi. Umat yang satu, yang bersandar pada aqidah Laa Ilaaha Illa Allah Muhammadur Rasulullah, yang berpandu pada syariat yang satu dan  mengarahkan wajah pada kiblat yang satu. Berangkat dari dunia yang sempit lalu meluas meliputi seluruh dunia. Satu kiblat, satu kehendak dan satu suri tauladan yaitu Rasulullah SAW. Firman Allah: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan meyakini datangnya hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab, 33:21). Umat Islam adalah satu umat dalam segala sisi kehidupan. Tetapi ancaman muncul dari para konspirator, yang hendak memecah belah persatuan mereka. Ancaman ini telah muncul sejak zaman Rasulullah SAW, yaitu tatkala Allah mempersatukan suku Aus dan Khazraj dengan Islam, mempertautkan hati mereka untuk bergabung bersama Rasulullah SAW, menyingkirkan kebencian dan permusuhan yang muncul di antara mereka pada masa jahiliyah. Tatkala seorang Yahudi bernama Syas bin Qais, melewati sekumpulan kaum muslimin yang tengah bercengkerama penuh persaudaraan, timbul kedengkian dalam hatinya. Ia resah melihat kerukunan orang-orang Aus dan Khazraj, yang dahulunya saling bermusuhan dan berperang. Si Yahudi itu lantas menyelusup ke dalam kumpulan itu lalu meniupkan isu-isu yang memecah belah, dengan mengungkit kembali hari-hari yang mereka lalui di masa jahiliyah dulu. Si Yahudi itu terus memompa emosi dan api pertikaian hingga mulai berkobar. Beberapa orang dari Aus berteriak, “Ambil senjata”. Sebagian dari Khazraj menimpali, “Ambil senjata”. “Mana orang-orang Aus”. “Mana orang-orang Khazraj”. Suasana semakin panas dan menegangkan. Mendengar percekcokan tersebut, Rasulullah SAW segera mendatangi mereka dan berseru: “Allah, Allah, Allah! Mengapa kalian mengangkat kembali seruan-seruan jahiliah tersebut, sementara aku masih berada di antara kalian? Sebutan kabilah Aus maupun Khazraj sudah berakhir. Kini nama kalian adalah Anshar. Di sini hanya ada Islam, yang telah mempersatukan kalian!” Kemudian beliau mengingatkan mereka kepada Allah dan membacakan beberapa ayat Alquran. Mereka terpana, kemudian menangis sesenggukan sambil merangkul dan berpelukan. Mereka sadar telah dibisiki setan berwajah Yahudi. Kemudian Allah menurunkan beberapa ayat dalam surah Ali Imran: “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti sebagian orang-orang Ahlul Kitab (Yahudi atau Nasrani), niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi kafir (kembali), padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di antara kalian? Barang siapa yang berpegang teguh kepada agama Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Q.S. Ali-Imran, 3:100-101). Allah mengidentikkan persatuan dengan iman dan mengidentikkan perpecahan dengan kufur. Setelah itu Allah menunjukkan jalan persatuan, yaitu taqwa kepada Allah, berpegang teguh pada tali-Nya, Kitab dan Agama-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan serenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam,” (QS. Ali Imran, 3:102). Jadi di sana harus ada sesuatu yang bisa mempersatukan manusia. Sesuatu ini adalah tali Allah yang kuat, jalan yang lurus, yaitu Mukjizat Nabiyullah Muhammad SAW, Alquranul Karim. Hanya inilah yang bisa mempersatukan perpecahan. Marilah kita jadikan momentum bulan suci Ramadan untuk meraih kemenangan, dengan bersama-sama menyucikan hati dan menghadapkan wajah kita kepada Allah ‘azza wa jalla, untuk berdoa dengan segala kerendahan hati memohon kepada-Nya. Semoga puasa Ramadan kita, salat Tarawih kita, sodaqoh kita, amal soleh kita diterima oleh Allah SWT. (*)    

Tags :
Kategori :

Terkait