JAKARTA - Sinyal kebangkrutan maskapai nasional akibat pandemi Covid-19 sudah tampak di depan mata. Di sejumlah negara, satu per satu maskapai penerbangan tidak lagi dapat beroperasi.
“Ada beberapa maskapai yang menyatakan kebangkrutan. Thai Airways salah satunya. Jadi nggak usah kaget jika dalam waktu dekat, ada maskapai di Indonesia yang tidak tahan lagi,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7).
Hal itu disampaikan Irfan, menanggapi usulan adanya diskon. Menurutnya, hal itu dinilai tidak mungkin diberikan lagi. Karena kondisi keuangan maskapai sudah terpuruk akibat pembatasan penumpang selama pandemi Covid-19.
“Mohon dipahami, industri penerbangan mengalami pukulan yang sangat besar. Jumlah penumpang tinggal 10 persen. Kalau diminta diskon lagi, mungkin klasifikasi kita sebentar lagi menjadi makin sulit,” imbuhnya.
Salah satu sektor yang erat kaitannya dengan industri penerbangan adalah sektor pariwisata. Menurutnya, Garuda Indonesia kehilangan penumpang wisatawan mancanegara dari sejumlah negara penyumbang terbesar. Salah satunya Australia.
Negeri Kangguru itu diketahui sudah memberlakukan larangan untuk bepergian hingga akhir tahun. Termasuk ke Bali. Dia menyebut, jumlah wisman turun drastis akibat pandemi Covid-19 sebesar 87 persen di April 2020. Angkanya semakin menurun menjadi 90 persen pada Mei 2020.
“Harapannya, pariwisata mulai meningkat di Juli 2020 ini. Namun ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam pemulihan pariwisata. Karena begitu industri pulih, pariwisata akan pulih dengan cepat,” paparnya.
Pihaknya fokus pada wisatawan dalam negeri. Selain itu, menumbuhkan agar masyarakat kembali percaya untuk melakukan penerbangan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Meskipun, diakui, hal ini berdampak pada pendapatan. \"Walaupun kita tahu dari sisi operasi dan pendapatan, pengaruhnya besar. Tapi, buat kami lebih penting adalah meyakinkan publik,” ucapnya.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto menyebut, sejumlah maskapai masih mengharapkan stimulus dan dukungan dalam pemulihan industri penerbangan dan pariwisata. Bentuk dukungan yang dapat diberikan kepada operator angkutan udara di antaranya memanfaatkan stimulus insentif pariwisata yang sebelumnya telah direncanakan dalam bentuk diskon tarif tiket pesawat.
Namun, pada praktiknya, stimulus tersebut belum sempat diberikan akibat pandemi dan pembatasan perjalanan yang dilakukan pemerintah. “Juga adanya pembiayaan rapid test ke calon penumpang pesawat udara, dan perubahan sementara sistem deposit avtur menjadi sistem kuota,” kata Novie.
Menurutnya, Kemenhub telah merealisasikan sejumlah kemudahan bagi maskapai untuk tetap memanfaatkan operasional. Salah satunya, penyediaan sistem operasional. Antara lain pengangkutan kargo menggunakan pesawat penumpang. Selanjutnya peningkatan pembatasan daya angkut penumpang atau load factor menjadi 70 persen.
Kemudian pemberian pelayanan sementara lisensi personil serta perawatan dan pengoperasionalan pesawat udara. \"Ada juga pemberian relaksasi PNBP hingga stimulus relaksasi pajak penghasilan (Pph) pasal 21, 23, 25 tentang insentif pajak wajib pajak terdampak Covid -19,\" terangnya.
Dia memaparkan, saat ini progres pertumbuhan penumpang menggembirakan sejak swal Juni 2020. Saat ini, lanjutnya, sudah di atas 300 pergerakan atau sudah mencapai 30 persen lebih. \"Namun untuk menuju pemulihan sejumlah hal masih harus dilaksanakan dengan ketat. Di antaranya mengontrol protokol kesehatan sebagaimana tercantum tegas dalam surat edaran. Komunikasi, harus tetap dilakukan dengan operator bandara, maskapai dan navigasi,\" pungkasnya. (rh/fin)