Tak Ada Alasan Bagi DPR Menunda Pengesahan RUU PKS

Selasa 14-07-2020,12:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

Sementara, Ahli Utama KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin tidak menampik kemendesakan RUU PKS. Namun begitu, pemerintah ingin agar pembahasan RUU PKS ditempuh proses harmonisasi dan sinkronisasi dengan aturan lainnya, seperti RKUHP yang sedang digodok DPR.

Delik kesusilaan yang absurd dan sanksi ringan bagi pelaku dalam aturan-aturan yang sudah ada, menurut Siti Ruhaini, harus didorong agar semangatnya sama dengan RUU PKS yang melindungi perempuan dan korban kekerasan seksual.

“Pemerintah dan masyarakat sipil ada dalam satu kata yang sama, terus mengawal RUU ini,” ujar mantan Komisioner HAM Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Riska Carolina mewakili masyarakat sipil yang ikut merumuskan RUU PKS agar tidak mengendurkan perjuangan mengawal DPR untuk mengesahkannya. Aksi setiap Selasa akan dilakukan sampai tiga bulan ke depan ketika Oktober nanti DPR berjanji memasukkan kembali RUU PKS dalam prolegnas prioritas 2021.

Aksi Selasa-an yang tergabung dalam GERAK Perempuan, sambunng Spesialis Advokasi & Kebijakan Publik Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI), difokuskan agar arah substansi RUU PKS tetap diorientasikan pada kepentingan korban.

Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan Ira Imelda yang selama ini mendampingi para korban kekerasan seksual mendorong pemerintah agar proaktif berkomunikasi dengan DPR agar RUU PKS benar-benar dibahas dan disahkan.

Sebagai perumus substansi RUU PKS, Imelda menegaskan bahwa tujuan RUU PKS untuk melindungi semua korban kekerasan seksual dan pemulihannya, baik perempuan maupun laki-laki, yang banyak mengalami kendala karena undang-undang yang ada sangat tidak memadai.

“Tidak ada larangan pihak-pihak yang mempublikasikan perkara kekerasan seksual dengan berita yang justru mengeksploitasi korban,” ungkap Ira memberikan salah satu persoalan keterbatasan aturan-aturan yang ada dan belum melindungi korban.

2

Menanggapi hal tersebut, jurnalis senior Fahri Salam mengajak jaringan masyarakat sipil agar tidak berkecil hati terhadap pemberitaan media yang masih memojokkan perempuan korban kekerasan seksual. Perkembangan era digital di mana media sosial semakin banyak memperbincangkan isu kekerasan seksual membuat publik, pembaca media, makin kritis.

Fahri melihat saat ini banyak pembaca media yang protes terhadap pemberitaan yang keliru terkait isu perempuan dan keadilan gender.

“Kalau newsroom tidak berubah, publik sudah berubah dan semakin kritis,” pungkas editor Titro.id tersebut. (fin/tgr)

Tags :
Kategori :

Terkait