BEIRUT - Suasana kota Beirut, Lebanon, yang dilanda duka akibat ledakan dahsyat, berubah menjadi protes kemarahan warga. Warga meminta pertanggung jawaban pemerintah terkait ledakan kimia dahsyat.
Dilansir dari New York Post, Minggu (9/8), demonstran membakar dan menduduki gedung-gedung pemerintah. Kekerasan itu menyebabkan satu petugas polisi tewas dan puluhan berlumuran darah.
Ledakan hari Selasa, (6/8) di dekat pelabuhan, memicu kemarahan publik karena kehilangan keluarga dan tempat tinggalnya. Demonstran menuding pemerintah lalai atas ledakan tersebut, yang meratakan pusat ibu kota. Spanduk bertuliskan ‘pengunduran diri atau gantung’ pun bertebaran.
Sebelumnya, para demonstran juga mendirikan markas besar mereka di gedung kementerian luar negeri. Yang lainnya bergegas ke kementerian ekonomi, energi, dan lingkungan.
Beberapa menunjukkan dokumen yang menunjukkan bukti korupsi yang dilakukan pemerintah.
Untuk mencoba menenangkan warga, Perdana Menteri Hassan Diab berbicara di televisi pada. Dia berjanji untuk mengadakan pemilihan lebih awal agar para pemimpin dapat mengerjakan reformasi struktural.
Namun, kata-katanya tidak menenangkan warga. Tarek, seorang mahasiswa berusia 23 tahun menolak keputusan itu.
“Korupsi para pemimpin saat ini harus diakhiri,” tujasnya
Kedutaan Besar AS di Beirut berkicau bahwa rakyat Lebanon telah terlalu menderita dan berhak memiliki pemimpin transparan dan penuh akuntabilitas.
Begitu juga tokoh bernama Ahmed Aboul Gheit dari Liga Arab mengatakan bahwa dia akan mengumpulkan upaya dalam penyelidikan ledakan tersebut.
Sampai detik ini, di lokasi ledakan, para pekerja terus mencari puluhan orang hilang. Ledakan itu menewaskan ribuan orang dan menyebabkan 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal. (yud/JP)
Tonton video berikut ini: