Novi angkatan keempat di SMA unggulan itu. Guru bahasa Mandarinnya asli dari Tiongkok. Atas bantuan pemerintah sana lewat Konsulat Tiongkok di Surabaya.
Waktu kelas 2 SMA Novi ikut lomba pidato bahasa Mandarin di Surabaya. Peserta non-Tionghoanya hanya tiga: Novi, satu rekannya dari Nurul Jadid, dan satu lagi dari pondok pesantren di Lirboyo Kediri. Selebihnya anak-anak Tionghoa.
Novi juara pertama.
Ia dikirim ke Jakarta. Untuk lomba tingkat nasional. Yang tiga besarnya akan dikirim ke Xiamen, kota terbesar di Provinsi Fujian.
Di Jakarta, Novi juara favorit. Ia pun mendapat beasiswa kuliah di Xiamen. Jurusan bahasa Mandarin pula.
\"Juara pertamanya anak Tionghoa dari Pontianak. Sekarang jadi bikkhu Buddha,\" ujar Novi.
Ia belum tahu kapan bisa kembali ke Guangzhou. Tapi profesor pembimbingnya di sana membuat target bahwa tahun depan Novi sudah harus maju disertasi. Kelihatannya ia akan menulis desertasi tentang Tionghoa Islam di Asia Tenggara.
Selama libur Covid-19 ini Novi pulang ke Situbondo. Ia memanfaatkan waktu untuk menanam sengon di tanah milik ayahnya. Ia juga mulai menanam porang seluas 3 hektare di lereng gunung itu. \"Kalau bisa saya ingin jadi pengusaha,\" katanya.
\"Dapat pacar di Xiamen? Atau di Guangzhou?\" tanya saya.
\"Pacar saya di dekat Situbondo. Alumni Nurul Jadid dan Pondok Modern Gontor,\" jawab Novi.
Kemarin Novi ke Surabaya. Itu karena diminta Bu Risma, wali kota Surabaya untuk menjadi penerjemah tamu dari Tiongkok. Tapi tamu itu ternyata batal datang.
Saat kuliah, Novi memang pernah menjadi penerjemah Risma waktu berkunjung ke Xiamen. Waktu itu Pemkot Surabaya minta agar Pemda Xiamen menyediakan penerjemah. Ternyata Pemda Xiamen menunjuk Novi.
Sejak itu setiap ada rombongan dari Surabaya Novi lah yang diminta menjadi penerjemah.
Di antara pondok pesantren yang punya minat jurusan Mandarin, Nurul Jadid jawaranya. Sekarang ini sudah lebih 200 alumni Nurul Jadid yang lulus universitas di berbagai kota di Tiongkok.
Kebetulan guru Mandarin pertama yang diperbantukan ke Nurul Jadid berasal dari suku Hui. Dari kota Chongqing. Berarti ia Islam —semua suku Hui adalah Islam.
Maka guru Mandarin itu tiap hari berkopiah dan bersarung. Setelah masa tugasnya habis ia diganti guru dari suku Han yang tentu saja komunis. \"Tapi ia sering kami ajak bercanda untuk juga memakai sarung. Mau juga,\" ujar Novi.