Refleksi Hari Santri Nasional 2025, Asyrof: Santri Masa Kini Berpolitik dengan Adab, Berdakwah dengan Ilmu
SETIA MENDAMPINGI. Anggota DPRD Prov Jabar M Asyrof Abdik S hub Int setia mendampinginya ayahnya KH Hasanuddin Kriyani dalam peringatan HSN di Buntet Pesantren.-Samsul Huda-Radar cirebon
CIREBON , RADAR CIREBON. COM – Peringatan Hari Santri Nasional 2025 tidak hanya menjadi ajang seremoni tahunan, tetapi momentum refleksi bagi seluruh santri di Indonesia. Demikian disampaikan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, M Asyrof Abdik S Hub Int.
Ia menegaskan, bahwa peran santri kini semakin luas dan relevan dengan dinamika zaman. Menurutnya, santri masa kini tidak bisa lagi direduksi hanya sebagai sosok bersarung dan berpeci yang duduk di serambi pesantren.
Mereka kini hadir di berbagai ruang publik, mulai dari media, dunia profesional, hingga parlemen, membawa semangat keilmuan dan nilai-nilai keislaman yang beradab.
BACA JUGA:Peringati Hari Santri Nasional, Walikota Dorong Lulusan Pesantren Kuasai Hal Ini
"Santri masa kini adalah individu yang berpikir kritis, melek media, dan paham konteks sosial-politik. Mereka tampil di ruang digital untuk berdakwah dengan santun," ujar Asyrof.
"Santri mengerti bahwa perjuangan bukan sekadar reaksi, tetapi edukasi. Mereka tidak melawan dengan amarah, tapi dengan ilmu dan adab," terangnya
Politikus PKB itu jug menyinggung fenomena beberapa waktu lalu ketika perjuangan pesantren dan kiai dalam membangun moral bangsa sempat dicemooh oleh salah satu media nasional.
Meski banyak yang tersinggung, para santri dan kiai menanggapinya dengan kedewasaan, menulis, berdialog, dan mengingatkan dengan santun.
BACA JUGA:Baznas Buka Posko Cek Kesehatan Gratis di Kota Cirebon saat Hari Santri Nasional
"Mereka memahami betul pepatah ulama, al-‘ilmu bila adabin ka nar bila hatabin. Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar," terangnya.
Asyrof menegaskan, sejak dulu santri tidak pernah apolitis. Dari KH Wahid Hasyim hingga Gus Muhaimin Iskandar, banyak santri yang terlibat aktif dalam politik kebangsaan. Bedanya, politik bagi santri bukan arena perebutan kekuasaan, melainkan ruang perjuangan nilai.
"Berpolitik bagi santri bukan untuk kursi, tapi untuk memastikan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin hidup dalam kebijakan negara," jelasnya.
Dalam konteks ini, ia mengutip pemikiran Imam al-Mawardi dalam karya klasik al-Ahkam as-Sulthaniyah wal Wiladatu ad-Diniyah, yang menyebut bahwa kekuasaan dalam politik merupakan perpanjangan dari kenabian untuk menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia.
BACA JUGA:Pesan Walikota Cirebon di Hari Santri Nasional: Kawal Indonesia Menuju Peradaban Dunia yang Damai
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


