Anggota Dewan Majalengka Dukung Pemilihan Kepala Daerah Oleh DPRD
ILUSTRASI. Pemilihan Kepala Daerah setingkat Gubernur, Bupati dan Walikota diwacanakan bakal dilakukan oleh DPRD mendapat dukungan dari Anggota dewan Majalengka.--radarcirebon.com
BACA JUGA:Perbaikan Jalur Kereta Api Beres, KA Argo Lawu Pertama Melintas
"Kita melihat bagaimana ASN yang netral pun bisa menjadi korban politik, hanya karena dianggap tidak mendukung calon tertentu. Mereka bisa dicopot atau digeser dari jabatannya, padahal tidak melakukan pelanggaran apa pun," ungkapnya.
Ketiga, Ketua Umum Majelis Alumni Babakan Ciwaringin (Makom Albab) ini menilai bahwa Pilkada langsung kerap memicu konflik horizontal di masyarakat. Persaingan antarpendukung calon, katanya, dapat memecah belah komunitas bahkan keluarga.
"Perbedaan pilihan bisa menimbulkan dendam politik yang bertahan hingga lima tahun. Yang kalah akan terus dibayangi stigma dan tidak diakomodasi. Ini realitas yang sering terjadi di lapangan," jelas Juhana.
Keempat, ia menyoroti maraknya tim sukses yang menuntut balas jasa setelah kandidat yang didukungnya menang. Banyak dari mereka, menurutnya, mengincar jabatan atau proyek meski tidak memiliki kompetensi.
"Jabatan publik menjadi ajang balas budi. Hal ini mengancam profesionalisme birokrasi. Bahkan lembaga seperti KPU dan Bawaslu pun kesulitan mengendalikan praktik transaksional ini. Ini tanda bahwa sistem Pilkada langsung sedang tidak baik-baik saja," tandasnya.
Lebih lanjut, Juhana mendorong pemerintah dan DPR RI untuk meninjau kembali Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurutnya, revisi diperlukan untuk mengakomodasi perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung kembali ke pemilihan melalui DPRD.
"Demokrasi bukan sekadar prosedur, tetapi juga efektivitas. Jika pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat mencegah konflik, mengurangi biaya, dan memperkuat akuntabilitas, mengapa tidak?" ujarnya secara retoris.
Ia menegaskan bahwa memberikan mandat kepada DPRD untuk memilih kepala daerah bukan berarti menurunkan kualitas demokrasi. Justru, menurutnya, hal tersebut memperkuat representasi rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen lokal.
"Langkah ini bukan kemunduran, tetapi upaya perbaikan demi demokrasi yang lebih sehat dan pemerintahan yang lebih stabil," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


