Jusuf Kalla Usul Pilkada Ditunda, DPR Tidak Sepakat
JAKARTA – Usulan penundaan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang semakin menguat. Pandemi COVID -19 yang belum berakhir serta meningkatnya jumlah pasien positif menjadi alasannya. Terlebih, tiga komisioner KPU RI terkonfirmasi positif Corona.
Salah satu yang mengusulkan untuk penundaan Pilkada adalah mantan Wapres Jusuf Kalla (JK). Dia meminta keselamatan masyarakat diutamakan dalam kondisi saat ini. JK mengimbau Pilkada Serentak 2020 ditunda hingga vaksin Corona ditemukan.
“Saya kira KPU harus membikin syarat-syarat berkumpul atau apa. Kalau terjadi pelanggaran misalnya kampanye hanya 50 orang, tapi terjadi 200 orang. Kalau terjadi kecenderungan itu, lebih baik dipertimbangkan kembali waktunya,” ujar JK di Jakarta, Sabtu (19/9).
Wapres dua periode ini menambahkan memang sulit mencegah kerumunan orang. Karena itu, penundaan Pilkada harus jadi dipertimbangkan. “Saya sarankan ditunda dulu sampai beberapa bulan sampai vaksin ditemukan. Setelah vaksin ditemukan, langsung menurun penyebaran virus Corona,” paparnya.
Selain JK, usulan penundaan juga dilontarkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Lembaga ini menilai penundaan Pilkada Serentak 2020 karena pandemi bukanlah bentuk kegagalan berdemokrasi.
“Ketika situasi COVID-19 ini belum membaik, bahkan angkanya cenderung meningkat, maka kalaupun nanti memutuskan menunda, itu bukan berarti KPU gagal, Bawaslu gagal, ataupun pemerintah gagal,” ujar Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa di Jakarta, Sabtu (19/9).
Menurutnya, apabila keputusan penundaan Pilkada diambil, maka masyarakat justru akan mengapresiasi langkah tersebut. Pemerintah dinilai tanggap dalam melindungi rakyatnya dari situasi pandemi COVID-19.
Penyelenggara pemilu, lanjutnya, masih mungkin menunda pelaksanaan Pilkada 2020. Penundaan pilkada tersebut, telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang perubahan UU Pilkada. “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 membuka kemungkinan itu. Kalau misalnya situasinya memburuk, memang bisa ditunda,” ucapnya.
Usulan penundaan pilkada tersebut bertujuan agar penyelenggara pemilu memiliki waktu lebih panjang mempersiapkan pelaksanaan pesta demokrasi. “Bukan dengan keyakinan COVID-19 sudah selesai. Kita tidak tahu kapan COVID-19 ini selesai. Vaksin juga belum ditemukan,” terangnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menilai usulan penundaan Pilkada 2020 tidak tepat. Meski tiga komisioner KPU RI terkonfirmasi positif COVID-19. Menurutnya, terinfeksinya komisioner KPU merupakan urusan personal. Bukan menjadi pertimbangan penundaan Pilkada 2020.
“Jangan karena Ketua KPU kena COVID-19, lalu ditunda. Yang menentukan bukan Ketua KPU. Yang menentukan UU,” tegas Guspardi di Jakarta, Sabtu (19/9).
Ia menilai, jika komisioner KPU RI tidak bisa menjalankan tugasnya selama pilkada, maka dapat digantikan oleh komisioner lainnya. Menurutnya, di KPU ada 7 komisioner dan sifatnya kolektif kolegial. “Jadi yang dijalankan itu sistem bukan personal,” imbuhnya.
Dia menilai proses pelaksanaan Pilkada 2020 telah disetujui antara parlemen dan pemerintah. Sehingga tidak ada penundaan. Adanya tren naik dan turun COVID-19, tidak menghalangi penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
“Tren naik turun COVID-19, bukan karena adanya proses pelaksanaan pilkada. Sekarang ini kebetulan tren lagi naik. Mudah-mudahan Oktober-November bisa menurun. Itu yang kita harapkan,” tandasnya. (khf/rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: