Tarif Listrik Nonsubsidi Turun

Tarif Listrik Nonsubsidi Turun

JAKARTA-Guna meringankan beban masyarakat akibat terdampak pandemi Covid-19, PT PLN (Persero) per 1 Oktober 2020 resmi menurunkan tarif listrik pelanggan golongan rendah nonsubsidi, untuk periode Oktober hingga Desember 2020.

General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya Doddy B Pangaribuan mengatakan, mulai Oktober 2020 pihaknya menurunkan tarif listrik sebesar Rp22,5 per Kilo Watt hour (KWh) dari sebelumnya sebesar Rp 1.444,70 per KWh, berlaku Oktober hingga Desember 2020.  

“Penurunan mulai triwulan empat, mulai 1 Oktober 2020. Kita diminta (pemerintah) untuk menurunkan tarif tenaga listrik,” ujar Doddy di Jakarta, kemarin (1/10).

Meski penurun tarif listrik terbilang kecil, namun katanya, PLN berupaya untuk membantu meringankan beban masyarakat di tengah kondisi ekonomi seperti ini karena adanya virus corona. “Mungkin penurunanannya kecil, tapi kami berharap dengan penurunan tarif listrik ini dapat mengurangi tekanan masyarakat saat pandemi Covid-19,\" ucapnya.

Adapun pelanggan listrik nonsubsidi yang mendapatkan penuruna tarif ada tujuh golonga, yakni rumah tangga berdaya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA, 5.500 VA, 6.600 VA ke atas. Kemudian, pelanggan bisnis berdaya 6.600 sampai dengan 200 kVA. Lalu, pelanggan pemerintah dengan kapasitas 6.600 sampai dengan 200 kVA, serta penerangan jalan umum.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi sebelumnya mengatakan, pemerintah tidak perlu menaikkan tarif listrik pada 2020, meski subsidi listrik mengalami penurunan. “Ya, berdasarkan variabel pembentuk harga listrik, tarif listrik tahun depan tidak perlu naik,” ujarnya.

Bahkan, menurutnya, tarif listrik dimungkinan mengalami penurunan pada 2020 dengan indikator skema penetapan tarif listrik secara otomatis (automatic adjustment).

Automatic adjustment adalah mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis berdasarkan perhitungan tiga variabel pembentuk Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik yakni harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).

Dia menyebutkan, ketiga variabel pembentuk HPP listrik itu cenderung mengalami penurunan dan penguatan. Rata-rata ICP sudah turun ke level 63 Dolar AS per barel atau lebih rendah dibandingkan asumsi APBN 2019 sebesar 65 Dolar.

Selanjutnya, kurs rupiah hingga Agustus 2019 tercatat Rp 14.148 per dollar AS atau lebih kuat ketimbang asumsi APBN dan RKAP PLN 2019 sebesar Rp15.000. Demikian pula, inflasi Agustus 2019 hanya 0,12 persen atau 3,49 persen secara tahunan.

“Nah, adanya kecenderungan penurunan ICP, penguatan kurs, stabilitas inflasi, penurunan harga energi primer, utamanya batu bara dan gas, serta efisiensi yang dilakukan PLN, maka HPP listrik mengalami penurunan,\" ucapnya.

Sebelumnya, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait penurunan tarif adjustment listrik untuk pelanggan golongan rendah didukung penuh oleh PT PLN (Persero). Ketentuan tersebut termuat dalam Surat Menteri ESDM kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) pada 31 Agustus 2020.

Executive Vice President Communication and CSR PLN Agung Murdifi mengatakan listrik sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat saat ini. Seluruh aktivitas masyarakat ditopang oleh pasokan listrik. “Dengan adanya penurunan ini, pemerintah dan PLN ingin memberikan ruang untuk pelanggan golongan rendah agar dapat lebih banyak memanfaatkan listrik untuk menunjang kegiatan ekonominya dan dalam kegiatan kesehariannya,” kata Agung. (din/fin)

https://www.youtube.com/watch?v=ye9NdvygjR4

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: