Pandemi Covid-19, Nilai Tukar Petani Naik
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2020 sebesar 101,66. Angka ini naik 0,99 persen dibanding NTP pada bulan Agustus 2020, yakni 100,65.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan NTP dikarenan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,98 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,02 persen. “Ini kabar yang menggembirakan,” katanya di Jakarta, kemarin (1/10).
Kecuk, sapaan akrabnya, memaparkan bahwa seluruh subsektor tercatat mengalami peningkatan. Kecuali hortikultura dan peternakan yang masing-masing mengalami penurunan 0,43 persen dan 0,63 persen. Kedua komoditas tersebut turut andil pada deflasi September 2020 akibat penurunan harga.
Untuk subsektor Tanaman Pangan (NTPP) mengalami kenaikan 0,90 persen menjadi 101,53. Ini karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan 0,85 persen. Sebaliknya indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan.
“Jadi ketika indeks harga yang diterima mengalami kenaikan sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan, menyebabkan nilai tukar petani untuk subsektor tanaman mengalami kenaikan 0,90 persen,” jelasnya.
Lanjut dia menjelaskan, komoditas utama yang menyebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan, yakni kenaikan harga gabah. Kemudian, Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) naik signifikan sebesar 2,67 menjadi 105,76. “Ini karena kenaikan harga sejumlah hasil perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, kakao, kopi, dan tembakau,” ucapnya.Menanggapi kenaikan NTP, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri mengatakan, berkat sinergitas semua pihak sehingga petani dapat melakukan percepatan musim tanam.
“Kementan mengarahkan kawan-kawan di lapangan untuk mengawal petani dalam melakukan percepatan tanam sejak Mei kemarin. Kerja keras petani dalam melakukan percepatan tanam tersebut bisa dirasakan saat ini. Di banyak wilayah sekarang sudah mulai masuk panen,” ujarnya, kemarin (1/10).
Melalui gerakan percepatan tanam padi tersebut, lanjut dia, guna merespons perintah Presiden Joko Widodo dalam mengantisipasi krisis pangan. Hal ini seperti diingatkan oleh Badan Pangan Dunia (FAO) bahwa global berpotensi krisis pangan.
Kuntoro mengklaim dengan gerakan percepatan tanam dan sejumlah strategi lainnya, stok beras tahun ini diperkirakan dalam kondisi aman. Dia mencatat, pada masa tanam pertama, yakni pada Januari hingga Juni 2020, gabah hasil produksi yang dihasilkan oleh lahan seluas 5,8 juta hektar tercatat sebanyak 29,02 juta ton. Adapun beras yang dihasilkan dari gabah itu mencapai 16,65 juta ton.
“Sehingga pada periode Juli hingga Desember 2020, produksi beras yang dihasilkan petani diperkirakan sebesar 12,5-15 juta ton. Berdasarkan perhitungan itu, stok beras kita aman,” tukasnya. (din/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: