Waspadai Kluster Pontren
JAKARTA-Asrama maupun pondok pesantren (Pontren) saat ini menjadi salah satu area yang rentan untuk klaster penyakit menular. Termasuk penularan virus corona baru penyebab Covid-19.
Hal itu dinyatakan oleh Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Citra Indriani menanggapi kasus ratusan santri yang berasal dari tiga pesantren di Kabupaten Sleman yang positif terinfeksi Covid-19.
Sebelumnya, penularan virus corona juga telah terjadi di sejumlah pondok pesantren (pontren) di Pulau Jawa dan penularan Covid-19 antar siswa juga terjadi di pusat pendidikan Secapa AD di Jawa Barat.
Ia menilai, rawannya pondok pesantren menjadi kluster penularan Covid-19 dikarenakan kedua tempat tersebut banyak orang yang berasal dari berbagai wilayah datang untuk tinggal/hidup bersama dalam jangka waktu yang lama. “Di asrama ataupun pondok pesantren berkumpul orang dari berbagai daerah. Hal ini berisiko mempertemukan orang infeksius dengan mereka yang masih rentan,” kata Citra, Kamis (8/10).
Menurut Citra, upaya pencegahan penularan Covid-19 baik di asrama maupun pondok pesentren sangat dimungkinkan. Cara pencegahan utama yang bisa dilakukan yakni dengan menerapkan protokol kesehatan.
Lantas apakah aman jika asrama maupun pesantren tetap beroperasi selama pandemi Covid-19? Citra mengatakan, tidak masalah jika asrama atau pesantren ingin memulai pendidikan di tengah pandemi.
“Dalam pelaksanaannya harus mematuhi atau melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, kegiatan pendidikan dilakukan secara perlahan dan bertahap,\" ujarnya.
Sebelum mulai mengikuti pendidikan, lanjut Citra, langkah awal yang sebaiknya dilakukan oleh pengurus asrama atau pesentren adalah menerapkan karantina mandiri pada siswa baru atau siswa yang baru kembali ke asrama atau pesantren. Karantina dilakukan di kamar tersendiri yang tidak bercampur satu sama lain hingga 14 hari pengamatan.
“Membuat kondisi asrama atau pesantren membudayakan protokol kesehatan tidaklah mudah, tapi bukan berarti tidak bisa karena semua butuh waktu. Tak hanya itu, risiko buka tutup kelas tatap muka juga harus dipahami oleh penyelenggara pendidikan, formula yang tepat seperti apa perlu didiskusikan dengan Dinkes masing-masing,\" tuturnya.
Karantina mandiri dan penerapan protokol kesehatan ini juga selaras dengan seruan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang berulang kali menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mencegah penyebaran pandemi virus korona lewat disiplin protokol kesehatan.
“Disiplin memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan atau 3M untuk saat ini menjadi kunci utama memutus mata rantai penyebaran virus covid-19,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi yakin pesantren bisa menghadapi pandemi Covid-19. Keyakinan ini didasarkan karena menurut Wamenag, pesantren merupakan lembaga yang adaptif dalam berbagai situasi dan kondisi. “Pesantren bisa melewati perubahan ini dengan baik. Karena pesantren adalah lembaga yang adaptif dalam situasi dan kondisi,” kata Zainut.
Menurut Zainut, pandemi yang hingga saat ini masih dirasakan masyarakat Indonesia dan seluruh dunia ini harus mampu disikapi dengan baik oleh warga pesantren. “Ini menjadi musibah global yang telah mengubah seluruh kehidupan manusia. Mulai dari aspek sosial, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Pondok pesantren juga mengalami hal serupa,” tuturnya.
Untuk itu, kata Zainut, berbagai kebiasaan yang biasa dilakukan di pesantren pun perlu diadaptasi. Misalnya, masyarakat pesantren selama ini terbiasa melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan kebersamaan fisik. Maka, untuk mencegah penyebaran Covid-19 ini, kegiatan semacam ini perlu dibatasi. “Pembelajaran yang biasanya dilakukan secara langsung, saat ini dilakukan dengan pola belajar jarak jauh. Ada keterbatasan juga. Biasanya santri ketemu Kyai cium tangan, sekarang tidak bisa,” pungkasnya. (der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: