Jokowi Jelaskan Dibentuknya UU Cipta Kerja
JAKARTA – Pemerintah secara terbuka memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah Judicial Review (JR), dipastikan sesuai dengan aturan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam konferensi pers virtualnya, kemarin (9/10) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, tujuan dari Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah untuk membuka lapangan pekerjaan. Latar belakang yang melandasinya dibentuknya aturan baru tersebut karena banyaknya pengangguran di Indonesia.
“Jadi, UU cipta kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran,” kata Jokowi. Ia menjelaskan, telah memimpin rapat terbatas secara virtual soal UU Cipta Kerja. Penjelasan diberikan kepada jajaran pemerintah pusat dan pemeritah daerah.
Dalam penjelasannya, mantan Wali Kota Solo ini mengatakan, setiap tahunnya ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru. Mereka adalah anak muda yang masuk ke dunia kerja. Sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.
Ia melanjutkan, di tengah pagebluk Covid 19 ini, ada 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19. Di sisi lain, sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah. Dan ada juga sebesar 39 persen masyarakat yang hanya berpendidikan sekolah dasar.
“Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya. Pemerintah berkeyakinan melalui UU Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan penghidupan bagi keluarga mereka,” bebernya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menargetkan, aturan turunan dari omnibus law UU Cipta Kerja bisa rampung dalam tiga bulan. Pemerintah akan terbuka menerima masukan dari masyarakat dalam penyusunan aturan tersebut.
“Saya perlu tegaskan pula bahwa UU Cipta Kerja ini memerlukan banyak sekali peraturan pemerintah atau PP, dan peraturan presiden atau Perpres. Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres, yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah diundangkan. Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari seluruh daerah,” papar Jokowi.
Jokowi juga menyinggung soal banyaknya pemahaman yang berbeda tentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Termasuk soal tuduhan bahwa pemerintah melakukan resentralisasi. Ia menegaskan, tak ada resentralisasi. Pemangkasan kewenangan daerah oleh pemerintah pusat dipastikan tidak ada.
“Saya tegaskan juga bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Tidak. Tidak ada,” tegasnya. Jokowi menjelaskan, kewenangan memberikan perizinan berusaha dan pengawasan tetap dilakukan oleh pemerintah daerah. Kewenangan itu dilakukan berdasarkan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Pengaplikasian NSPK ini nantinya dilakukan agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah. Jokowi mengatakan, nantinya, NSPK ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). “Ini agar dapat tercipta standar pelayanan yang baik. Dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur dalam peraturan pemerintah,” terangnya.
Tak hanya perizinan berusaha, kewenangan non perizinan berusaha juga tetap ada pada pemerintah daerah. Jokowi menegaskan, UU Cipta Kerja tidak mengubah kewenangan pemerintah daerah. UU Cipta Kerja. Aturan sapu jagat ini justru menyederhanakan proses perizinan. Sehingga tidak berbelit dan memakan waktu.
“Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap ada di pemda, sehingga tidak ada perubahan. Bahkan kita melakukan penyederhanaan melakukan standardisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan berusaha di daerah diberikan batas waktu. Ini yang penting di sini. Jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong pemerintah menggandeng masyarakat, terutama kelompok buruh, dalam membahas aturan turunan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut Puan, hal itu harus dilakukan untuk membuat aturan rinci yang jelas dan dapat diterima semua pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: