Aktivis Mahasiswa Diteror, Diculik! Pasca Demonstrasi Tolak Omnibus Law, Terpaksa Ngungsi ke Luar Cirebon
CIREBON - Pasca aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja di Kota Cirebon, sejumlah aktivis mahasiswa mengaku sempat diteror orang tak dikenal. Bahkan, di antaranya diculik dan dibuntuti saat pulang ke rumah. Sehingga, mereka terpaksa mengungsi sementara ke luar Kota Cirebon (Kuningan) selama beberapa hari.
Tindakan tersebut dialami sejumlah aktivis mahasiswa dari organisasi Barisan Aksi Solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi (Basis). Salah satu anggota Basis, Friendy Oktan mengaku, usai aksi demonstrasi, Kamis malam dia diangkut oleh orang tak dikenal dengan mobil minibus, dan berputar-putar Kota Cirebon.
“Lagi nongkrong kemudian datang seorang menghampiri kemudian memanggil. Setelah itu dibawa ke dalam mobil. Sebagian besar sulit dikenal. Selain malam, mereka juga memakai masker. Selama perjalanan diinterograsi perihal organisasi, tanya siapa yang terlibat sampai yang mendanai,” ujarnya kepada Radar, Senin (12/10).
Selain itu, dia juga mengaku diintimidasi secara verbal. Setiap bertanya dengan nada keras, bahkan sambil lehernya diapit siku lengan. Tindakan tersebut dilakukan kurang lebih satu jam. Saat akan sampai rumah, baru dilepas oleh mereka.
“Saya sampaikan semuanya yang diketahui. Tapi mereka selalu minta jawaban lebih yang memang tidak saya ketahui. Saya baru dilepaskan setelah dia (orang tak dikenal, red) bertanya apa pekerjaan bapak saya,” tuturnya.
Anggota Basis lainnya, Eki Nur Falahudin mengaku, Kamis malam saat hendak pulang ke rumahnya di kawasan Mandirancan, ia merasa diikuti orang tak dikenal. Ketika berhenti di sebuah tempat makan di kawasan Sumber, orang itu ikut berhenti. Dan di sana sudah ada orang tak dikenal lain yang langsung bertanya-tanya seputar aksi unjuk rasa secara detil.
Saat hendak melanjutkan perjalanan, dia juga merasa diapit oleh dua sepeda motor orang tidak dikenal. Namun mencoba tancap gas, hingga akhirnya bisa sampai di rumahnya dengan selamat.
Menurut mereka, teror tersebut tidak hanya terjadi pada perorangan. Tapi, dalam beberapa hari saat pra maupun pasca aksi unjuk rasa, banyak orang tidak dikenal pura-pura bertanya alamat ke rumah kontrakan yang biasa mereka jadikan sebagai basecamp tongkrongan. Sehingga, selama beberapa hari, sejumlah aktivis tersebut memilih mengungsi sementara ke luar kota.
Tim Advokasi untuk Demokrasi, Furqon Nurzaman SH mengaku, akan memberikan perlindungan hukum bagi mereka yang mendapat ancaman teror bahkan intimidasi. Aksi unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat ada dalam undang-undang, namun jangan sampai kebebasan berpendapat dikekang.
“Jangan ada tindakan represif, ancaman sampai membuat orang menjadi takut. Kami akui unjuk rasa bentrok, namun tidak patut jika yang unjuk rasa mendapat ancaman. Lakukan sesuai dengan aturan yang ada,” tegasnya.
JURNALIS PROTES SIKAP KAPOLRES
Sementara itu, puluhan jurnalis Cirebon menggelar aksi demonstrasi ke Mapolres Cirebon Kota. Mereka berniat menyampaikan aspirasi dan bertemu dengan Kapolres Cirebon Kota, AKBP Syamsul Huda. Sayangnya, para wartawan itu kecewa karena kapolres enggan menemui.
“Kita demo membelakangi Mapolres Ciko sebagai bentuk kekecewaan kami atas sikap Kapolres yang enggan bertemu dengan kawan-kawan jurnalis,” tegas Nurul Fajri dalam orasinya, kemarin.
Menurut Fajri, para jurnalis Cirebon yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Anti Kekerasan menggelar aksi demo di depan Mapolres Cirebon Kota, dalam rangka menyuarakan protes karena tidak sedikit jurnalis di beberapa daerah mengalami tindak kekerasan saat menjalankan tugas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: