Tersangka Suap, Walikota Tasik Dibui
JAKARTA - Walikota Tasikmalaya, Jawa Barat Budi Budiman masuk bui. Dia ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya tahun anggaran (TA) 2018. Penetapan tersangkanya dilakukan pada 26 April 2019 lalu.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Budi Budiman bakal ditahan selama 20 hari pertama guna kepentingan penyidikan. Ia akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang C1 di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kuningan, Jakarta, terhitung sejak 23 Oktober hingga 11 November 2020.
\"Sebagai protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19, maka tahanan akan terlebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK tersebut,\" ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (23/10).
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan tahun anggaran 2018 yang diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta pada 4 Mei 2019 lalu. Dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan uang Rp400 juta dan menetapkan 6 tersangka.
Mereka di antaranya mantan Anggota Komisi XI DPR Amin Santono, mantan Anggota DPR Sukiman, Pelaksana Tugas dan Penjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, pihak swasta sekaligus perantara Eka Kamaluddin, serta pihak swasta sekaligus kontraktor Ahmad Ghiast.
\"Keenamnya telah divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan tipikor,\" kata Ghufron.
Perkara ini bermula kala Budi Budiman diduga bertemu Yaya Purnomo untuk membahas alokasi DAK TA 2018 Kota Tasikmalaya sekitar awal 2017. Dalam pertemuan itu, Yaya Purnomo diduga menawarkan bantuan untuk pengurusan alokasi DAK. Budi pun bersedia memberikan fee jika Yaya Purnomo bersedia membantunya untuk mendapatkan alokasi DAK.
Pada Mei 2017, pemerintah Tasikmalaya mengajukan usulan DAK reguler Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana TA 2018 untuk Kota Tasikmalaya kepada Pemerintah Pusat dengan total sebesar Rp32,8 miliar serta DAK Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp53,7 miliar antara lain untuk bidang jalan senilai Rp47,7 miliar dan Bidang irigasi senilai Rp5,94 miliar.
Sekitar Agustus 2017, Budi Budiman kembali bertemu Yaya Purnomo. Dalam pertemuan tersebut, Budi meminta bantuan Yaya untuk peningkatan Dana DAK Tasikmalaya TA 2018 dari tahun sebelumnya. Yaya pun kemudian berjanji akan memprioritaskan dana untuk Kota Tasikmalaya.
\"Bahwa setelah adanya komitmen Yaya Purnomo akan memberikan prioritas dana kepada Kota Tasikmalaya maka tersangka BBD (Budi Budiman) diduga memberi uang sebesar Rp200 juta kepada Yaya Purnomo,\" beber Ghufron.
Pada Desember 2017 setelah Kementerian Keuangan mempublikasikan alokasi DAK untuk pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kota Tasikmalaya, Budi Budiman diduga kembali memberikan uang kepada Yaya Purnomo melalui perantaranya sebesar Rp300 juta.
Setelah ada pengurusan dan pengawalan anggaran oleh Yaya Purnomo, kemudian pada tahun anggaran 2018 Kota Tasikmalaya memperoleh dana DAK untuk Dinas Kesehatan sekitar Rp29,9 miliar, DAK prioritas daerah sekitar Rp19,9 miliar, serta DAK Dinas PU dan Penataan Ruang sebesar Rp47,7 miliar.
Lalu sekitar April 2018, Budi Budiman kembali memberikan uang Rp200 juta kepada Yaya Purnomo yang diduga masih terkait dengan pengurusan DAK Kota Tasikmalaya TA 2018 tersebut.
Atas perbuatannya tersebut, Budi Budiman disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (riz/gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: