Keponakan Hotma Sitompul Resmi Tersangka
JAKARTA - Setelah menyelesaikan pemeriksaan 1x24 jam terhadap pengacara Mario Carlio Bernardo dan pegawai Mahkamah Agung (MA) Djodi Supratman, KPK akhirnya memutuskan keduanya menjadi tersangka. Penyidik menemukan dua bukti yang cukup bahwa mereka melakukan suap. Tapi, perjalanan masih panjang karena belum diketahui siapa dalang penyuapan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memastikan, penyidik telah menaikkan status Mario dan Djodi dari terperiksa menjadi tersangka kemarin (26/7). \"Sudah ke tahap selanjutnya. Pemeriksaan intensif masih terus dilakukan,\" ujar Bambang di gedung KPK. Setelah menjalani pemeriksaan, dua tersangka itu langsung dijebloskan ke Rutan KPK. Jubir Johan Budi SP menambahkan, penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) itu dilakukan kemarin pada pukul 10.00. Dalam sprindik disebutkan bahwa Mario diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Djodi disebut melanggar pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU yang sama. \"Kasusnya, dugaan korupsi karena memberi atau menjanjikan sesuatu dalam pengurusan kasasi tindak pidana penipuan dengan terdakwa HWO di MA,\" kata Johan. Dari kasus tersebut, penyidik menyita uang senilai Rp 128 juta. Rinciannya, Rp 78 juta saat tangkap tangan dan Rp 50 juta diamankan dari rumah Djodi. Menurut penelusuran Jawa Pos, HWO merujuk pada Hutomo Wijaya Ongowarsito. Dalam situs MA, diketahui dia memiliki perkara dengan nomor register 521 K/PID/2013 dengan status termohon atau terdakwa. Sedangkan pengadilan pertama yang menangani kasus tersebut adalah PN Jaksel dan jenis permohonan adalah huruf K (pajak). Kasusnya masuk sejak 9 April 2013 dengan tanggal distribusi 27 Mei 2013. Pemohon adalah jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan. Perkara itu ditangani tiga hakim agung, yakni Gayus Lumbuun sebagai ketua bersama dua anggotanya Andi Ayyub Saleh dan M Zaharuddin Utama. Sampai saat ini, status perkara sendiri masih dalam proses pemeriksaan oleh tim CA. Ada yang unik dan harus diungkap lebih dalam oleh KPK, terutama soal siapa sebenarnya aktor intelektual pemberi suap. Sebab, Johan menyebut kalau HWO bukanlah klien dari Mario. Begitu juga dengan Djodi, dia hanya staf diklat MA yang tentu tidak mempunyai kewenangan untuk memutus kasus. \"Bukan (klien Mario), ini kasusnya pada pengurusan kasasi,\" tandas Johan. Namun, dia tidak membenarkan atau menyalahkan saat awak media meminta penegasan apakah itu berarti Mario dan Djodi sebagai makelar kasus. Dia hanya memastikan kalau KPK masih terus mendalami hasil tangkap tangan tersebut. Menurut Johan, pengembangan penyidikan mengarah pada dua. Yakni, ke pihak Mario yang diduga sebagai pemberi dan para penerima. Muaranya, lembaga pimpinan Abraham Samad itu akan mencari ada tidaknya pemberi atau penerima uang di luar Mario dan Djodi. Apalagi, pemberian uang saat tangkap tangan terjadi ternyata bukan kali pertama. \"Kemarin itu sudah yang kedua. Sebelumnya sudah ada dengan jumlah Rp 50 juta,\" tutur Johan. Pengakuan itu juga tidak ditelan mentah-mentah oleh penyidik. Pendalaman terus dilakukan karena Mario sampai saat ini disebut Johan masih mencoba bertahan. Dibanding Djodi, Mario lebih banyak mengelak dari tuduhan KPK. Sementara, Mario menyelesaikan pemeriksaan sekitar pukul 19.00. Saat keluar dari ruang pemerikaan menuju mobil tahanan KPK dia tidak memberikan banyak pertanyaan. Dia hanya mengatakan kalau keterangannya sudah diambil penyidik. Dia ngotot tidak bersalah. \"Saya pastikan tidak ada penyuapan,\" tegasnya. Penegasan itu ditambahkan oleh kuasa hukum Mario, John Pattiwael. Kliennya tidak tahu menahu soal perkara yang dituduhkan padanya. Sebab, kasus tersebut tidak ditangani oleh kantor hukum Hotma Sitompul, tempat Mario bernaung selama ini. Meski demikian, dia menghormati langkah KPK dan siap bertarung di pengadilan. Itulah kenapa, John enggan menjawab pertanyaan wartawan seputar penangkapan. Terutama asal-usul uang yang kabarnya diberikan Mario ke Djodi dalam tas cokelat. \"Saya tidak bisa menyampaikan materi yang terlalu dalam.\" Biar nanti di pengadilan saja. Yang jelas tidak ada kaitan dengan kantor Hotma Sitompul,\" tegasnya. Di tempat berbeda, kuasa hukum Mario yang lain Tommy Sihotang mengatakan Mario sudah lama bekerja di kantor hukum Hotma Sitompul Associates. Dia menyebutkan sudah belasan tahun. Mario juga diketahui sebagai keponakan Hotma. \"Ibunya dia (Mario) merupakan kakak kandung Hotma,\" jelas pengacara asal Pematang Siantar itu. Mario disebut bekerja di Hotma Sitompul Associates sudah belasan tahun. Terpisah, MA membenarkan kalau saat ini sedang memproses perkara kasasi kasus penipuan dengan terdakwa Hutomo Wijaya seperti yang dimaksud KPK. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, sulit bagi jajaran MA untuk mempermainkan perkara karena tidak langsung berurusan dengan para pihak. \"Beda dengan pengadilan. Di MA ini pengacara tidak langsung ke sini. Karena tidak langsung berkaitan dengan persidangan. Di sini, judex juris, hanya periksa berkas-berkasnya saja. Yang mengajukan juga kan pengadilan pengaju yaitu pengadilan pertama,\" ungkap Ridwan. Setelah perkara masuk, maka dicantumkan ke\"website\"info perkara. Lantas masuk ke direktori putusan, dan kemudian berkas itu berbarengan dengan dimasukkan ke direktori putusan akan dikirmkan ke pengadilan pengaju. \"Apakah itu pengadilan militer, pengadilan agama, pengadilan negeri, lalu diteruskan ke para pihak melalui pengadilan itu. MA tidak bisa langsung ke para pihak,\" tegas Ridwan. Meski begitu, pihaknya menyadari bahwa jajaran di bawah MA sangat gemuk sehingga tidak mudah melakukan pengawasan secara menyeluruh. Pengetatan pengawasan juga suda dilakukan. \"Di MA, ada 864 satuan kerja sampai ke kabupaten kecil. Di pengadilan saja ada tiga atau empat mulai PN, pengadilan agama, pengadilan militer, pengadilan tata usaha megara. Belum lagi ada pengadilan tinggi di seluruh provinsi. Hakimnya saja ada 8700. Sementara pegawai lebih dari 12 ribu. Nah tentunya untuk itu ya bisa saja terjadi,\" terang Ridwan. Artinya, kata Ridwan, tidak perlu lagi melakukan pembelaan,\"esprit de corps, dan sejenis itu jika ada jajarannya terkena tindak pidana. \"Kita serahkan ke KPK. Makanya kita kerjasama dengan KPK, ICW, terutama dengan KY (Komisi Yudisial),\" papar Ridwan. Menurut Ridwan, MA belum mengetahui uang yang diterima Djodi itu nantinya untuk siapa. \"Sampai saat ini kita belum tahu dalam persoalan apa yang bersangkutan ditangkap. Jadi kita masih serahkan sepenuhnya ke KPK,\" ujar Ridwan. Lebih lanjut dia menjelaskan, MA siap memberi sanksi keras terhadap siapapun yang terlibat dalam kasus tersebut. Secara sepihak, MA juga sudah memberhentikan sementara status Djodi sebagai PNS. Selanjutnya, sesuai prosedur jika terbukti bersalah akan ditindak status kepegawaiannya sesuai Undang Undang Kepegawaian. Soal Djodi, Ridwan mengatakan dia masuk pada 1986 sebagai satpam dengan status calon pegawai negeri sipil (CPNS). Setahun kemudian diangkat jadi PNS dan bertugas di MA sebagai satpam sampai 2009. Sejak tahun itu dia diangkat sebagai staf biasa di Pusdiklat MA di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat. \"Berada di bawah biro umum. Pegawai administrasi biasa bukan pada kaitan perkara,\" urainya. Atasan langsung Djoko adalah kepala bagian manajemen dan pimpinan di Pusdiklat MA. Di atasnya lagi langsung Kepala Pusdiklat, Siti Nurjanah. Disebutkan Ridwan, Djodi adalah pegawai dengan golongan 3C. Gajinya setiap bulan sekitar Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. Selaku hakim yang menangani kasus Hutomo, hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan dirinya belum mengetahui kaitan tentang kasus tersebut. \"Saya tidak kenal dengan para pihak yang disebutkan di media-media. Tentang perkara yang katanya saya tangani akan saya cek pada hari Senin (29/7) nanti,\" bantahnya. Ketua KY Suparman Marzuki mengaku prihatin atas penangkapan pegawai MA oleh KPK. Peristiwa tersebut menegaskan rumor tentang banyak orang yang bisa bermain dengan penegakan hukum di Indonesia. \"Ini akibat moral hazard penegakan hukum kita memang hancur lebur. Sehingga semua orang di semua level berasumsi semua kasus itu bisa dipermainkan. Bisa diperjualbelkan,\" sesalnya di gedung KY, kemarin. Jangan-jangan, kata Suparman, banyak orang kemudian sekadar berspekulasi saja bahwa dirinya bisa menjual nama hakim, nama pejabat, seolah-olah bisa dibeli. \"Padahal sebenarnya dia petualang saja. Jangan-jangan begitu. Tapi paling penting bukan KPK menangkap orang itu, paling penting ini makin menunjukkan moral penegakan hukum di negeri ini babak belur,\" tegasnya. (dim/gen/gun/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: