Bawaslu: Ini 9 Provinsi dengan Tingkat Kerawanan Pilkada 2020 Paling Tinggi
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebut sedikitnya terdapat sembilan provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi menyangkut penyelenggaraan Pilkada 2020. Data tersebut berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP).
“Bawaslu kembali memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020. Hasilnya, secara menyeluruh, kerawanan pilkada meningkat,” kata Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifudin dalam peluncuran IKP Pilkada 2020 secara daring, Minggu (6/12).
Afifudin mengungkapkan, sembilan provinsi itu meliputi Sulawesi Utara (87,43), Sumatera Barat (86,57), Jambi (79,13), Sulawesi Tengah (75,57), Bengkulu (74,86), Kalimantan Selatan (72,26), Kalimantan Tengah (68,77), Kepulauan Riau (66,53), dan Kalimantan Utara (64,38).
Berdasarkan analisis Bawaslu, peningkatan jumlah daerah dengan kerawanan tinggi disebabkan beberapa faktor.
Antara lain kondisi pandemi Covid-19 yang tidak melandai, proses pemutakhiran daftar pemilih yang belum komprehensif, peningkatan penyalahgunaan bantuan sosial, serta penggunaan teknologi informasi yang meningkat tanpa disertai penyediaan perangkat dan peningkatan sumber daya penyelenggara pemilihan.
“Kerawanan tinggi pada provinsi yang menyelenggarakan pilgub dikontribusi oleh kerawanan pada dimensi konteks sosial-politik, penyelenggaraan pemilu bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi,” katanya.
Selain itu, isu pandemi Covid-19 turut memperparah kerawanan pilkada di daerah-daerah tersebut.
Peningkatan kerawanan terjadi karena minimnya kepedulian para pihak terhadap pelaksanaan protokol kesehatan dan kepatuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Dalam melakukan analisis, Bawaslu menggunakan 11 indikator guna mengukur kerawanan pada aspek pandemi.
Kesebelas indikator tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yang diukur, yaitu penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, dan kondisi daerah.
Lebih rinci, kata dia, indikator dari sisi penyelenggara adalah ada atau tidaknya penyelenggara pemilu yang positif terinfeksi Covid-19, meninggal karena terinfeksi Covid-19, dan mengundurkan diri karena alasan Covid-19, serta penyelenggara pemilu yang tidak disiplin protokol kesehatan.
Adapun dari sisi peserta pemilu, indikator yang diukur adalah ada atau tidaknya pasangan calon atau tim kampanye yang positif terinfeksi Covid-19 dan tidak menerapkan prokes, serta kegiatan yang menyebabkan terjadinya kerumunan massa.
Sedangkan dari unsur kondisi daerah, indikator yang diukur adalah perubahan status wilayah menyangkut pandemi Covid-19, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19, lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia, dan pasien Covid-19 yang tidak tertangani. (riz/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: