Kabinet Nasib

Kabinet Nasib

Dengan dijabat bukan dokter mungkin justru lebih adil bagi para dokter —semua kubu tidak ada yang mendapatkannya. Ti-ji-ti-beh.

Dan lagi, yang terpenting, di posisi menteri, adalah kemampuan manajerialnya. Budi pasti mampu. Toh ia dibantu wakil menteri yang dokter. Yakni Dr dr Dante Saksono Harbuwono. Ahli penyakit dalam dari UI. Dengan gelar doktor dari Jepang.

Dokter Dante juga punya kemampuan manajerial yang unggul. Ia berkecimpung di Pertamedika —grup rumah sakit di bawah Pertamina. Yang kini menjadi induk seluruh rumah sakit milik BUMN.

Prestasi Budi Sadikin sangat menonjol saat menjadi dirut Bank Mandiri. Lalu menjadi dirut Inalum yang legendaris —yang jadi lokomotif pengambilalihan Freeport. Budi Sadikin-lah otak dan operator pengambilalihan Freeport itu.

Maka pantas sekali kalau kemudian ia menjadi wakil menteri BUMN. Dan kini menjadi menteri —lucu sekali— Menteri Kesehatan.

Di tengah pandemi ini menangani manajerial bidang kesehatan sangatlah penting. Otak Budi sangat besar untuk bisa menampung dan menganalisis bidang yang rumit dan penuh ego ini.

Kalangan dokter sendiri sudah lama membicarakan ini: pun untuk jabatan direktur sebuah rumah sakit, tidak harus seorang dokter. Tapi harus seorang manajer yang hebat —yang dia/ia bisa saja seorang dokter.

Rasanya saya tidak fair menulis soal ini. Ssstttt…. Saya orang pertama bukan insinyur menjadi Dirut PLN.

Yang juga tidak saya sangka adalah pengangkatan Sakti Wahyu Trenggono menjadi menteri kelautan dan perikanan.

Ia pengusaha murni. Bidang usahanya tower Telkom. Ia-lah pemilik tower terbesar di Indonesia. Kayanya bukan main.

Trenggono sudah lama mendapat jatah menjadi menteri. Perannya memenangkan Presiden Jokowi sangat besar. Sejak periode pertama.

Bahkan Trenggono pernah mendadak dipanggil pulang dari Australia. Agar bisa dilantik menjadi Menteri BUMN.
Ternyata yang dilantik adalah Rini Soemarno.

Di periode ke-2 Presiden Jokowi, akhirnya Trenggono masuk kabinet —meski di posisi wakil menteri Pertahanan.

Tapi setidaknya Trenggono sudah \'\'latihan\'\' menjadi birokrat. Agar tidak kaget lagi. Bahwa menjadi menteri itu ibarat \'\'pohonnya tinggi, buahnya jarang\'\'.

Pohonnya tinggi berarti tiupan anginnya kencang. Buahnya jarang karena:
Menteri itu gajinya kecil. Fasilitasnya tidak mewah. Tidak ada apa-apanya kalau ukurannya adalah kekayaannya saat ini. Maka untuk apa lagi korupsi —mestinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: