Tarawih Bersama Sayyid Ahmad Serasa di Indonesia

Tarawih Bersama Sayyid Ahmad Serasa di Indonesia

MAKKAH - SEJAK bertemu di Masjid Nabawi Madinah beberapa waktu lalu, saya bersama pengusaha Cirebon, H Aksan Anshori sudah janjian, kalau di Makkah nanti, berkunjung ke kompleks kediaman sekaligus majelis ma\'had Syeikh Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi Al Maliki. Menggunakan taksi dari Palestina Hotel, Misfalah, kami menyusuri jalan-jalan terowongan bawah tanah. Perjalanan tidak lebih dari 15 menit, kami sudah sampai ke daerah Rosyifah, wilayah tempat tinggal Sayyid. Terus terang, dari sebelum hingga di perjalanan, saya sangat penasaran dengan kediaman keluarga yang dulunya sempat berseteru dengan kerajaan karena berbeda paham. Keturunan Syekh Alawi menganut paham ahlussunnah waljamaah, sementara pihak kerajaan menerapkan faham wahabi. Sampai di sana, sudah berjejer sekitar lima mobil. Pintu masuknya kecil, cukup hanya untuk dua orang. Kami masuk dan ternyata di dalamnya cukup luas. Ada masjid, tempat tinggal, dan bangunan gedung seperti ruang-ruang kelas. Saat itu, Syeikh Sayyid Ahmad belum datang. Ada sekitar tujuh santri secara bergantian menyapa kami. Ternyata mereka rata-rata orang Indonesia, ada juga warga Malaysia. Saya merasakan seperti perkampungan Indonesia, karena wajah-wajah santri yang ada di lokasi itu, banyak dari Melayu, khususnya Indonesia. \"Silakan masuk Pak, terima kasih telah berkunjung,\" ujar seorang santri menyambut kami. Karena masih menunggu Habib Al Idrus, kami pun tetap di luar. \"Ya sebentar Mas, lagi nunggu Habib Al Idrus dulu,\" jawab H Aksan Anshori. Tidak berselang lama, Syeikh Sayyid Ahmad dikawal sejumlah santri dan syeikh lainnya datang ke masjid. Saya bersama H Aksan tak menyia-nyiakan waktu, langsung bersalaman dan mencium tangan beliau. Selesai salat sunnah tahiyyatul masjid, dilanjutkan qomat. Salat Isya dipimpin Syeikh Sayyid Ahmad yang juga putra mendiang Syeikh Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Al Makki. Sementara Tarawih, hanya dipimpin enam rakaat. Sisanya, setiap dua rakaat, imam ditunjuk Sayyid Ahmad secara bergantian, dari murid-muridnya maupun tamu yang hadir. Selesai Tarawih 20 rakaat, dilanjutkan dengan ngaji Kitab As Syifa. Di sela-sela membaca kitab itu, sejumlah santri ditugaskan membagi-bagikan kurma dan air mineral ke semua jamaah. Belum juga habis, santri kembali membagi-bagi qohwah (kopi arab), teh, dan roti. Sambil mendengar pengajian, jamaah juga menikmati hidangan yang disediakan. Aroma bukhur (kemenyan) yang baru dibakar di tengah-tengah majelis, menambah khusyuknya suasana. Pengajian kitab As Syifa hanya berlangsung sekitar 15 menit, acara dilanjutkan qosidahan (puji-pujian berirama). Baru ditutup dengan doa dan bersalaman. Sebenarnya orang dekatnya Syeikh Sayyid Ahmad, Habib Al Idrus sudah menjadwalkan pertemuan dan wawancara khusus dengan Sayyid Ahmad, namun karena waktu yang sempit dan banyaknya tamu, kami hanya bisa foto bersama. Untuk melepas penasaran, saya bertanya soal hubungan kerajaan Arab Saudi dengan Sayyid Ahmad. Menurut Habib Al Idrus, kalau dulu memang kurang baik, namun lama-kelamaan, seiring bergulirnya waktu, hubungan itu mulai cair dan membaik. \"Sekarang sih baik-baik saja, sudah mulai cair,\" ungkap pria asli Madura yang juga salah satu pengajar di ma\'had Sayyid Ahmad. Ditanya jumlah santri, Habib Idrus mengatakan, penerimaan santri sangat ketat hanya 40 santri saja. Mayoritas santri berasal dari Indonesia ditambah santri dari Malaysia, Afrika, dan Arab. Wawancara dengan Habib Idrus hanya sekitar lima menit karena yang bersangkutan juga sibuk mendampingi Abuya, panggilan Sayyid Ahmad. Koran ini berkesempatan juga wawancara dengan mahasiswa Universitas Ummul Quro Makkah, Alawi Muhamad Ramli asal Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, dalam seminggu, Abuya membuka tiga kali pengajian umum. Sama dengan Habib Al Idrus, Alawi juga mengakui tidak sembarang santri diterima di ma\'had Sayyid Ahmad. \"Paling santri resmi di sini sekitar 40-an orang. Sisanya hanya ngaji seperti saya,\" ujar pemuda yang mengambil jurusan elektronik Universitas Ummul Quro tersebut. Sementara itu untuk diketahui, sejak hari pertama Ramadan, Masjid Nabawi dan Masjidilharam menerapkan 20 rakaat Tarawih dan 3 rakaat witir atau lazim di Indonesia disebut Tarawih 23 rakaat. Bahkan di 10 hari terakhir Ramadan, ditambah dengan 10 rakaat qiyamullail. Pada rakaat terakhir witir, menggunakan qunut. Meski setiap Tarawih bacaannya satu juz, namun tidak terasa lama. Karena selain bacaan dan suara imam yang fasih, para jamaah yang hadir di Tanah Suci rata-rata datang untuk beribadah. (*/bersambung)   Foto: Istimewa Syeikh Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi Al Maliki (tengah), H Aksan Anshori (ketiga dari kanan), Khairul Anwar, dan Habib Al Idrus (paling kanan) usai Tarawih berjamaah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: