Kementan Pastikan Produk Ternak Aman Tahun Ini

Kementan Pastikan Produk Ternak Aman Tahun Ini

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin ketersediaan produk ternak pada tahun ini. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PHK) Kementan melakukan sejumlah program utama, yakni Ketersediaan, Akses dan Konsumsi Pangan yang berkualitas dengan target produksi daging untuk tujuh komoditas ternak sebesar 4,54 juta ton.

“Selain melaksanakan program utama, Dirjen PKH juga melaksanakan Program Prioritas yaitu Program Sapi/Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan), Korporasi Peternakan, Bank Pakan, serta Hilirisasi dan Ekspor Peternakan,” ujar Direktur Jenderal PKH, Nasrullah di Jakarta, kemarin (10/2).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pangan memang mengamanatkan pentingnya pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity), kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).

Indikator ketahanan pangan secara sederhana dapat dilihat dengan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau sehingga masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

“Dengan demikian produk pangan asal hewan atau ternak sangat penting dalam ketahanan pangan utamanya untuk meningkatkan kecerdasan bangsa karena dalam pangan asal hewan terdapat asam amino yang tidak didapatkan dalam pangan asal tumbuhan,” paparnya.

Kesempatan yang sama, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNak) Fini Murfiani menjelaskan, komoditas pangan asal hewan yang strategis di antaranya adalah daging sapi/kerbau, serta daging dan telur ayam ras. Dikatakan strategis karena termasuk pangan asal hewan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat atau banyak dibudidayakan oleh peternak.

Dia menjelaskan, secara umum, produksi daging dan telur ayam ras nasional sudah dapat memenuhi kebutuhan nasional bahkan mengalami surplus. Sedangkan untuk daging sapi/kerbau masih terjadi defisit, sehingga perlu dipenuhi dari impor dalam bentuk daging sapi/kerbau beku dan sapi bakalan.

Pada tahun 2020, konsumsi daging sapi/kerbau nasional sebesar 2,53 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 681.180 ton, dengan produksi/stok dalam negeri sebesar 404.997 ton, maka masih terdapat defisit sebesar minus 276.183 ton.

Sementara, konsumsi daging sapi/kerbau tahun 2020 tersebut menurun dari perkiraan awal sebesar 2,66 kg/kapita/tahun atau minus 4,89 persen, akibat pandemi covid-19. Sedangkan, untuk tahun 2021 diperkirakan konsumsi daging sapi/kerbau nasional sebesar 2,56 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 696.956 ton, dengan produksi/stok dalam negeri sebesar 473.814 ton maka masih terdapat defisit sebesar minus 223.142 ton.

“Defisit tersebut dipenuhi dari impor daging sapi/kerbau beku dan sapi bakalan. Pada tahun 2021 diperkirakan terjadi penurunan impor sebesar 13,01 persen dibandingkan impor tahun 2020 yaitu dari 324.019 ton menjadi 281.867 ton,” ungkap Fini.

Untuk daging ayam ras pada tahun 2020, semula konsumsinya diperkirakan sebesar 12,79 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 3,44 juta ton. Namun, akibat pandemi covid-19 konsumsi daging ayam ras menurun menjadi 10,10 kg/kapita/tahun atau minus 21,03 persen, sehingga kebutuhannya menjadi sebesar 2,72 juta ton.

Sebagai upaya menjaga stabilitas harga live bird atau ayam hidup di tingkat peternak, maka produksi harus disesuaikan dari 3,57 juta ton menjadi 3,22 juta ton, salah satunya melalui cutting HE DOC FS.

Sementara, untuk tahun 2021 untuk konsumsi daging ayam ras nasional diperkirakan sebesar 11,75 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 3,20 juta ton dengan produksi sebanyak 4,03 juta ton maka masih terdapat surplus sebesar 0,83 juta ton.

Lalu, untuk konsumsi telur ayam ras pada tahun 2020, pada perkiraan awal sebesar 18,16 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 4,90 juta ton. Tapi, akibat pandemi covid-19 justru konsumsi telur ayam ras meningkat menjadi 18,35 kg/kapita/tahun atau 1,05 persen, sehingga kebutuhannya naik menjadi sebesar 4,95 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: