Petani Kekurangan Pupuk Bersubsidi
JAKARTA – Petani di Tanah Air kekurangan pupuk bersubsidi hingga 14,2 juta ton di tahun 2021. Angka itu didapat dari jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang mencapai 23,2 juta ton, berbanding dengan realisasi anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) untuk pupuk bersubsidi tahun ini yang hanya dianggarkan untuk 9 juta ton saja.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementean Sarwo Edhy mengatakan, selisih (gap) antara jumlah kebutuhan pupuk dengan realisasi subsidi yang begitu tinggi itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di sejumlah daerah.
BACA JUGA:Petani Bakal Kekurangan Pupuk Subsidi Lagi
“Pupuk bersubsidi sementara lanjut. Terkait pupuk langka itu kita kebutuhannya 23,2 juta ton, itu usulan berdasarkan RDKK. Sementara yang disiapkan oleh pemerintah hanya 9 juta ton, jadi kurang. Dengan rumus apapun itu kurang,” ujar Sarwo kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (28/2).
Untuk mengatasi kebutuhan pupuk bersubsidi tersebut, kata Sarwo, akhirnya petani terpaksa membeli pupuk komersial dan menyebabkan operasional mereka membengkak. “Petani swadaya, membeli pupuk non subsidi,” ungkapnya.
Terkait program Food Estate, Sarwo memastikan bahwa program itu berjalan dengan baik. Misalnya untuk tanaman padi yang berada di bawah koordinasinya diklaim berhasil meningkatkan produktivitas pertanian di lahan Food Estate.
“Yang sudah dipanen itu produktivitas per hektarenya (ha) meningkat. Yang biasanya 2-3 ton, kita bisa rata-rata 5 ton, bahkan lebih. Itu di Pulang Pisau Kalteng,” tuturnya.
Salah satu petani dari kelompok tani Karya Makmur, Kalimantan Tengah, Taufik mengatakan, kelompok tani miliknya dengan luas lahan 100 ha di areal Food Estate berhasil meningkatkan produktivitas padi, dari yang semula 2-3 ton per ha menjadi di atas 5 ton per ha.
“Alhamdulillah kita mengikuti program Food Estate dengan luas lahan di atas 100 ha, dengan benih varietas yang kita tanam Inpari 42 dan Alhamdulillah hasil lebih meningkat ketimbang kemarin. Yang sekarang rata-rata ada yang 6,4 ton per ha, dan itupun kita siap untuk kita jadikan benih,” ujar Taufik.
Terpisah, Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman-Pengamat Hama Penyakit (POPT-PHP), Desa Blantisiam Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah, Edi Sukaeri mengatakan, pada lokasi Food Estate di desa tersebut yang luasnya 1.000 ha, berdasarkan pengamatan di lapangan hasil panennya sangat memuaskan. Menurutnya, produktiivtas pertanian di wilayah Food Estate tersebut mencapai 5,5 – 5,6 ton/ha.
“Memang ada hasil kurang memuaskan di beberapa titik, disebabkan oleh karena iklim, yaitu padi roboh. Akhirnya petani panen agak awal untuk menanggulangi supaya (padi) tidak roboh, agar hasil tidak terlalu minim. Di kelompok tani Rukun Santoso, hasilnya riil 1 ha mampu sampai 5,6 ton,” jelasnya kepada FIN, kemarin.
Sementara itu, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin mengatakan, pihaknya saat ini sangat konsen terhadap permasalahan pupuk bersubsidi tersebut. Menurutnya, bagaimana produktivitas petani bisa meningkat jika hal paling dasar yaitu ketersediaan pupuk terganggu.
“Kalau kami itu konsen bagaimana petani kecil itu mendapatkan hak-haknya itu untuk mendapatkan pupuk bersubsidi itu,” kata Andi kepada FIN, kemarin.
Menurut dia, ketimbang dana pemerintah digunakan untuk Food Estate, lebih efektif jika dana tersebut diberikan kepada petani dalam bentuk pupuk bersubsidi. “Sedangkan Food Estate itu seperti apa, yang mendapat manfaat itu siapa, belum jelas juga bagi kami,” tukasnya. (fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: