Bukti Implementasi Perda Mihol Lemah
MAJALENGKA - Kasus kematian 15 orang pasca pesta minuman keras (miras) oplosan yang terjadi pada Sabtu (3/8) lalu, mendapatkan sorotan berbagai pihak. Salah satunya Wakil Ketua Komisi D DPRD Majalengka, Asep Saepudin. Ia menganggap jatuhnya belasan korban akibat overdosis miras oplosan ini merupakan bukti jika implementasi Peraturan Daerah (Perda) No 6 tahun 2002 tentang larangan, pengawasan, penertiban minuman beralkohol (mihol), yang direvisi menjadi Perda No 6 tahun 2011 masih lemah pengimplementasiannya oleh pemkab dan aparatur terkait lainnya. Dia menilai, kasus tersebut merupakan bencana kemanusiaan yang sangat memalukan bagi Kabupaten Majalengka. “Ini adalah bencana kemanusian yang sangat memilukkan dan memalukan,” jelas dia. Menurutnya, pada bagian revisi dari Perda Mihol ini tahun 2011 lalu, ada beberapa poin yang sebetulnya bisa menjadikan pemerintah dapat meminimalisasi peredaran mihol, karena sanksi yang dikenakan kepada penjual atau tempat penyedia mihol yang tanpa izin resmi bisa lebih berat dari sanksi sebelumnya yang hanya mengenakan tindak pidana ringan (tipiring). Untuk mengantisipasi terulang kembalinya kasus serupa, Asep memandang ada beberapa poin yang harus segara dilakukan oleh pemerintah. Melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan terhadap aturan yang ada, jelas dia, adalah salah satu yang harus segera dilakukan. “Lakukan evaluasi tentang langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak yang berwenang dalam upaya pencegahan maupun pemberantasan miras. Kasus ini juga sekaligus catatan penting bagi eksekutif dalam mengevaluasi implementasi dan capaian Visi REMAJA (Religius, Maju, dan Sejahtera),” ujarnya. Ketua DPC PPP yang juga anggota Fraksi PPP DPRD Majalengka, Pepep Saepul Hidayat mengaku prihatin dan turut bela sungkawa atas peristiwa yang menewaskan belasan orang tersebut. Pepep menilai, dalam kasus tersebut, bisa diindikasikan bahwa Pemkab tidak serius dalam mengawal Perda tersebut. “Kami berbela sungkawa yang sebesar-besarnya atas peristiwa maut tersebut. Dengan adanya kasus tersebut, kami mempertanyakan kinerja eksekutif dalam mengawal perda miras. Pemkab harus bertanggung jawab,” tegasnya. Dengan adanya korban jiwa dalam jumlah yang cukup banyak, Pepep menilai bahwa pemerintah lemah dalam menegakkan sebuah aturan. Sehingga, ada kesan bahwa miras di Kabupaten Majalengka relatif mudah diperoleh. “Ada kelemahan dan pemerintah kecolongan dengan adanya kasus itu. Pemerintah tidak bersungguh-sungguh dalam menegakkan Perda Miras itu. Kalo begitu mudah didapat, bagaimana pemerintah menginstruksikan bawahannya dalam menegakkan perda tersebut,” kata Pepep. Seperti diketahui, dari tragedi miras maut akhir Ramadan lalu, sedikitnya 15 orang tewas dan belasan lainnya sempat kritis akibat diduga overdosis miras oplosan yang terjadi di tiga TKP. Yakni di wilayah hukum Polsek Majalengka Kota yang menewaskan 11 orang, di wilayah hukum Polsek Kadipaten yang menewaskan 2 orang, dan wilayah hukum Polsek Jatiwangi yang menewaskan 2 orang. (azs)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: