Riset Vaksin Merah Putih Hampir Tuntas

Riset Vaksin Merah Putih Hampir Tuntas

JAKARTA-Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) menyatakan, bahwa kegiatan riset dan pengembangan vaksin Merah Putih dalam skala laboratorium sudah hampir 100 persen tuntas.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menargetkan bisa menyerahkan bibit vaksin yang dikembangkan dengan platform subunit protein rekombinan ke PT Bio Farma pada Maret 2021.

\"Rencananya bulan Maret 2021 ini, kita akan mulai menyerahkan bibit vaksinnya ke Bio Farma. Jadi tahapan di lab itu sudah hampir 100 persen,\" katanya Bambang dalam diskusi virtual peringatan Satu Tahun Pandemi Covid-19, Selasa (2/3).

Bambang menambahkan, setelah mendapat bibit vaksin Bio Farma harus melakukan proses optimasi dan purifikasi untuk membersihkan bibit vaksin dan kemudian melakukan uji klinis.

\"Setelah seluruh rangkaian uji klinis selesai, vaksin harus mendapat izin penggunaan darurat dari BPOM supaya bisa diproduksi secara masal dan digunakan oleh masyarakat,\" terangnya.

Di sisi lain, Bambang berharap, harga Vaksin Merah Putih bisa lebih murah dibanding vaksin impor. Sebab, proses riset Vaksin Merah Putih sudah didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan rencananya uji klinis juga akan didukung oleh pemerintah.

\"Kalau saat ini belum bisa diprediksi, tapi yang pasti di bawah (harga vaksin impor) karena tadi sudah mendapatkan anggaran baik di riset maupun di uji klinis. Mudah-mudahan ini bisa 5 dolar AS atau lebih kurang dari 5 dolar AS,\" tuturnya.

Selain itu, kata Bambang, pemerintah juga tengah berupaya mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan dengan menghasilkan alat kesehatan buatan sendiri, seperti ventilator dan alat tes cepat Covid-19.

\"Upaya kita mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan maupun obat berhasil dilakukan,\" ujarnya.

Sementara impor untuk alat tes antibodi, ventilator, termometer dan bahan baku obat untuk membuat vitamin, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang dibentuk Kementerian Riset dan Teknologi pada Maret 2020 berupaya untuk menghasilkan produk riset dan inovasi untuk substitusi impor.

\"Saat itu, Indonesia mengimpor seluruh kebutuhan ventilator dari luar negeri. Itu menjadi suatu persoalan yang harus segera diatasi,\" tuturnya.

Indonesia melalui Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, lanjut Bambang, telah menghasilkan ventilator dan alat tes cepat berbasis antibodi buatan sendiri seperti RI-GHA, yang sudah dimanfaatkan di tengah masyarakat.

\"Sejumlah ventilator sudah digunakan di tengah masyarakat seperti BPPT3S-LEN, Vent-I Origin, Ventilator Transport Covent-20 UI, dan Dharcov-23S,\" terangnya.

\"Bahkan, ventilator sudah bisa dibeli secara langsung melalui e-katalog LKPP, yakni BPPT3S-LEN dengan harga Rp25 juta, Vent-I CPAP dengan harga Rp24 juta, dan Dharcov-23S dengan harga Rp78,5 juta,\" imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: