Konferkab PGRI Dinilai Pemborosan
Hari Ini Mulai Digelar di Pangandaran KUNINGAN – Konferensi Kabupaten (Konferkab) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kuningan secara resmi hari ini dimulai. Rencananya hari pertama pelaksanaan pesta demokrasi di tubuh organisasi tenaga pendidik tersebut dipusatkan di gedung PGRI Kuningan. Dilanjutkan pada hari kedua di Pangandaran. Menjelang pelaksanaannya itu, berbagai reaksi terus bermunculkan. Rata-rata menyayangkan penempatan kegiatan di Pangandaran. ”Masa konferensi daerah tapi dilaksanakan di luar daerah. Kalau PGRI tingkat provinsi wajar dilaksanakan di Pangandaran. Ini sama saja dengan pemilihan Presiden Indonesia tapi dilaksanakan di Singapura, aneh kan?,” ketus guru MTs Ma’arif Cipakem, Dani Nuryadin SPd kepada Radar, kemarin (16/7). Selain keanehan itu, Dani juga memastikan biaya yang akan dihabiskan sangat besar. Apalagi peserta konferkab PGRI nanti sekitar 500 orang. Untuk ukuran 150 orang saja, dia memastikan minimal Rp60 juta bakal habis. ”Saya tidak habis pikir pertimbangan apa yang digunakan oleh mereka (pengurus PGRI, red). Kalau alasan sambil rekreasi, kenapa waktu liburan selama dua minggu kemarin tidak dimanfaatkan, malah dibarengkan dengan konferkab,” ucapnya. Terpisah, guru SMK Auto Matsuda Maleber Asep Z Fauzi SPdI juga menyayangkan penyelenggaraan kegiatan itu. Siapapun akan memberikan penilaian bahwa penyelenggaraan di Pangandaran termasuk pemborosan. Pihaknya merasa aneh terhadap salah satu kandidat Opid Ropidi MPd yang mengatakan biaya yang akan dihabiskan sama dengan di Kuningan. ”Tapi kalaupun tetap bersikukuh di Pangandaran, saya sebagai guru mengharapkan agar ”oleh-oleh’ yang dibawa dari sana sebanding dengan biaya yang dihabiskan,” kata Asep. Oleh-oleh tersebut kata dia, misalnya dengan mengembalikan PGRI ke khittahnya. Sesuai dengan namanya PGRI harus dipegang oleh seorang guru, bukan pejabat struktural, pengawas ataupun mantan guru. Paling tidak orang yang paling dekat dengan guru seperti kepala sekolah. Bagi mereka yang tergolong pejabat struktural atau pengawas, mestinya tahu diri untuk tidak maju. Oleh-oleh lainnya yang mesti dibawa sambungnya, yakni memenuhi harapan guru untuk tidak memotong gaji. Sebab, pihaknya yakin bahwa ribuan guru tersebut tidak ikhlas dalam menyisihkan gajinya. Apalagi ditambah dengan sering adanya pungutan. ”Kalau setoran sih nggak usah dihitung lah. Yang jelas untuk iuran anggota saja per bulan bisa menghasilan uang puluhan juta rupiah. Misalkan seorang Rp10.000, jika dikalikan dengan 9.000 guru maka menjadi Rp90 juta/bulan. Bayangkan saja Rp90 juta itu sangat besar hanya untuk sebulan,” tandasnya. Kalaupun tetap dipotong, jika uang tersebut dipergunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, itu tak jadi soal. Para guru dipastikan akan memberikannya dengan ikhlas. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: