Gedung Linggajati ke UNESCO

Gedung Linggajati ke UNESCO

KUNINGAN – Respon pemda terhadap cagar budaya dinilai kurang. Padahal sedikitnya ada 141 jenis cagar budaya yang tersebar di Kuningan. Metinya, sekian banyak cagar budaya itu diperhatikan sebagai situs bersejarah. Sejumlah cagar budaya tersebut beraneka ragam. Mulai dari Patung (arca), Makam pahlawan dan Taman purbakala. Satu diantaranya Museum perundingan linggajati yang memiliki nilai pendidikan dan sejarah tinggi. Semuanya dapat mendongkrak kemajuan daerah dari sisi pariwisata. Terlebih gedung naskah Linggajati menjadi maskot sejarah. Keberadaannya mampu menyedot pengunjung dari berbagai lapisan masyarakat nusantara maupun mancanegara. “Perharinya, gedung naskah ini mampu mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah hingga mencapai 300 orang,” sebut Koordinator pengelola gedung, Soam saat diwawancara kemarin. Pihaknya berharap agar pemda memperhatikan keberadaan gedung sangat bersejarah bagi perjuangan rakyat Indonesia itu. Sebab sejak beberapa tahun terakhir, perawatan dan operasional tenaga pemelihara hanya mengandalkan sumbangsih para pengunjung. Yang cukup menjadi pemikiran ketika lingkungan sekitar mengalami kerusakan berat yang disebabkan alam. Sudah barang tentu dana yang dihabiskannya tidak sedikit. “Sebetulnya untuk masalah anggaran sudah pernah dipinta sejak beberapa tahun yang lalu. Ketika itu kami meminta pemda untuk mendaftarkan gedung ini ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO),” ungkapnya. Sementara, seorang budayawan, Yayat berharap agar pemda lebih kooperatif dalam pemeliharaan gedung naskah. Sebab gedung naskah Linggajati merupakan aset daerah yang sangat bersejarah. Dari perjalanannya, gedung tersebut menjadi media pemersatu antar sesama. “Menurut saya, alangkah lebih baiknya jika pemda meminta kepada pempus untuk mengusulkan gedung naskah ini ke UNESCO. Sebab bangunan tua ini memiliki nilai sejarah dan nilai pendidikan tinggi,” ungkapnya ketika berada di gedung itu. Generasi penerus dapat belajar dari sejarah bahwa segala persoalan dapat diselesaikan dengan duduk bersama. Seperti dulu ketika terjadi perebutan kekuasaan, dengan melakukan persamaan pandangan dan duduk bersama, akhirnya konflik terpecahkan. (ded)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: