Suap Untuk Ekspansi Bisnis Kernel Oil
JAKARTA - Tujuan penyuapan PT Kernel Oil Private Limited (KOPL) pada Kepala SKK Migas non aktif Rudi Rubiandini mulai terungkap. Komisaris PT KOPL Simon Gunawan Tanjaya mengakui uang itu untuk pengembangan bisnis hulu minyak dan gas. KOPL berharap memenangkan tender kondensat yang ditangani SKK Migas. Pernyataan itu disampaikan Simon melalui pengacaranya Junimart Girsang saat mendatangi KPK kemarin (20/8). Junimart mengatakan Simon menyerahkan uang total USD700 ribu itu ke Deviardi alias Ardi untuk ekspansi bisnis minyak yang ditangani SKK Migas. \"PT Kernel Oil selama ini hanya bergelut dalam bisnis solar, belum pernah ikut tender di SKK Migas. Nah, perusahaan itu ingin ekspansi bisnis ke kegiatan hulu minyak dan gas yang ditangani SKK Migas,\" ungkapnya. Junimart mengatakan kliennya tidak mengenal Simon. Sebab hubungan kerja PT Kernel Oil selama ini ke Dirjen Migas, ke BPH Migas, dan ke Kementerian Perdagangan. Menurut Simon, selama ini Ardi mengaku sebagai sekretaris SKK Migas. Oleh karena itu uang \"pelicin\" tersebut diserahkan ke Ardi. Pemberian uang itu dilakukan dua kali yakni USD300 ribu sebelum Lebaran dan USD400 ribu setelah Lebaran (saat tertangkap KPK). Pada Simon, Ardi mengaku akan mendistribusikan uang itu ke sana kemari. \"Pak Simon tidak tahu kalau kemudian uang itu diberikan Ardi ke Rudi,\" terang Junimart. Pada pengacaranya, Simon mengaku tidak kenal Rudi ataupun pejabat SKK Migas yang lain. Pernyataan Simon itu patut diragukan. Sebab selama ini PT Kernel kerap bersinggungan dengan Dirjen Migas. Sedangkan Rudi sendiri pernah menjadi Wakil Menteri ESDM. Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan, Rudi selama ini menjadi bagian dari jaringan proyek di lembaganya. Oleh karena itu tak heran jika Rudi telah dipantau cukup lama oleh KPK. Rudi diduga bermain bersama anak buahnya dengan memanfaatkan makelar sebagai penyambung pejabat di perusahaan minyak. Makelar itulah salah satunya Deviardi yang selama ini berprofesi sebagai trainer golf. Sedangkan anak buah Rudi yang diduga terkait kasus ini ialah mereka yang telah dicekal KPK. Yakni Iwan Ratman, Kepala Divisi Penunjang Operasi serta Agus Sapto Rahardjo, Kepala Divisi Komersialisasi Minyak Bumi dan Kondensat. Keduanya juga telah dinonaktifkan dari jabatannya sehari setelah terjadi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Dalam perkara ini, KPK menetapkan Rudi sebagai tersangka. Pejabat asal Tasikmalaya itu diduga menerima suap dari PT KOPL terkait kegiatan hulu minyak dan gas. Selain Rudi, KPK juga menetapkan Simon serta Deviardi sebagai tersangka dan melakukan penahanan. Dalam OTT, penyidik KPK mengamankan barang bukti uang senilai USD 490 ribu, SGD127 ribu, serta motor berkapasitas mesin besar bermerek BMW dari rumah Rudi. Sejumlah barang berharga juga didapat di ruang kerja Rudi di SKK Migas, serta save deposit box di Bank Mandiri. Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan dari validasi terkait barang bukti yang didapat saat penggeledahan, penyidik saat ini menelusuri nama-nama lain yang diduga terlibat perkara ini. \"Salah satunya kami sedang menelusuri uang S (simon, red) itu dari siapa. Dan rencananya apakah uang yang diserahkan ke Rudi itu untuk orang lain juga,\" jelas Johan. Pada bagian lain, terkait status Rudi sebagai guru besar, Mendiknas M Nuh menegaskan, kalau hal itu tergantung pihak ITB sebagai intitusi tempat yang bersangkutan memperoleh gelar. Keputusan pencabutan yang akan dilakukan kemendiknas hanya bersifat tindaklanjut dari rekomendasi yang diajukan. Dia memaparkan kalau di setiap perguruan tinggi itu selalu ada senat. Di institusi itu lah akan dibahas seorang civitas akademika telah melakukan pelanggaran, termasuk terkait etik, atau tidak. Hasil pembahasan itu nanti akan berupa rekomendasi yang disampaikan ke kemendiknas. \"Setelah itu, kami baru bisa menindaklanjuti, sebagaimana (proses, red) saat dia (Rudi, red) pengangkatan sebagai guru besar dulu,\" ucap Nuh di kompleks istana kepresiden Jakarta kemarin (20/8). Nuh juga mengungkapkan kalau dirinya sudah menghubungi rektor ITB. Yaitu, terkait perlunya segera dibuatkan penilaian kelayakan atas status guru besar Rudi pasca terjerat kasus suap. \"Tolong dibuatkan penilaian, karena (kasus Rudi, red) ini akan membawa dampak, bahkan sudah membawa dampak yang luar biasa,\" bebernya\". \"Menurut Nuh, status guru besar seseorang memang sangat terbuka untuk dicabut jika terbukti melakukan penyimpangan gelar akademik. Bahwa sebagai guru besar, jelas dia, seseorang harus punya setidaknya tiga kinerja. Yaitu kinerja di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Menyangkut kasus Rudi, Nuh mengakui kalau case-nya memang lebih khusus, yaitu menyangkut etika moral. \"Tapi semuanya kami serahkan ke senat ITB. Kalau sudah ada dari senat akademik atau kode etik yang ada di perguruan tinggi dan sampai di tempat saya, itu gak lebih dari satu bulan (prosesnya), satu minggu barangkali sudah beres,\" papar mantan rektor ITS tersebut. (gun/dyn/dim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: