Swab Test dan Vaksinasi Tak Batalkan Puasa
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait tes antigen dan polymerase chain reaction (PCR) atau swab test. MUI menyebut hukum swab test tak membatalkan puasa. “Swab test sebagaimana dalam ketentuan umum tidak membatalkan puasa,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya, Kamis (8/4).
Dijelaskannya, swab test boleh dilakukan lantaran cara pengambilan sampel dahak, lendir, atau cairan dari nasofaring (bagian pada tenggorokan bagian atas yang terletak di belakang hidung dan di balik langit-langit rongga mulut) dan orofaring (bagian antara mulut dan tenggorokan). “Umat Islam yang sedang berpuasa diperbolehkan melakukan tes swab untuk deteksi Covid-19,” katanya.
Dikatakannya, MUI mengimbau agar masyarakat tetap mematuhi protokol pencegahan Covid-19 dengan disiplin memakai makser, mencuci tangan secara berkala, meminimalisir mobilitas dan menghindari kerumunan. Hal itu harus dilakukan untuk memutus rantai penularan Covid-19.
MUI juga mendorong pemerintah lebih proaktif dalam mengawasi pelaksanaan penerapan protokol kesehatan di masyarakat. Sehingga pandemi Covid-19 bisa segera berakhir. “Pemerintah agar melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan dengan ketat, supaya pandemi Covid-19 segera berakhir,” katanya.
Sebelumnya, MUI juga telah menerbitkan fatwa bahwa vaksinasi tak membatalkan puasa. “Vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuscular tidak membatalkan puasa,” ujar Asrorun.
Vaksinasi yang tengah dilakukan saat ini sebagai ikhtiar mengatasi pandemi Covid-19 melalui cara injeksi intramuskular. Injeksi intramuskular dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot. Dengan cara tersebut, maka menurut MUI, secara ketentuan hukum bahwa vaksinasi saat menjalani puasa tidak akan membatalkan puasa. Hal itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 saat Berpuasa.
Sementara itu, pemerintah akan menambah pemesanan sebanyak 90 juta-100 juta Vaksin Sinovac. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi kebijakan embargo dari negara produksen vaksin Covid-19. “Kami sudah melakukan antisipasi dengan cara menambah jumlah Vaksin Sinovac, karena sampai sekarang yang tidak pernah miss jadwal pengirimannya adalah yang dari China,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin saat rapat kerja bersama DPR, Kamis (8/4).
Dikatakannya, awalnya Indonesia akan mendapatkan vaksin 100 juta dosis pada 2021. Rinciannya 54 juta dosis vaksin dari GAVI dan 50 juta dari AstraZeneca. Namun jadwal itu karena kebijakan dari negara produsen vaksin. “Yang dari Eropa dan dari India, dari jadwal yang sudah didiskusikan kemudian bergeser, karena berbagai macam masalah politik di negaranya masing-masing,” ucap menkes.
Berdasarkan informasi terakhir yang diterima dari AstraZeneca, rencana 50 juta dosis vaksin yang akan dikirim pada 2021 berubah menjadi hanya 20 juta dosis. Sisanya, 30 juta dosis vaksin akan dikirim pada 2022. “Vaksin dari GAVI yang 54 juta itu memang gratis, tapi ketidakpastiannya tinggi sekali, sedangkan yang AstraZeneca itu tidak ada perubahan harga, tapi mereka mengundurkan jadwalnya,” ujarnya.
Ditegaskannya, pemerintah tetap berkomitmen menuntaskan program vaksinasi yang ditarget rampung pada 2021. “Jadi semua pengiriman vaksin yang di tahun 2022 tidak akan kami lakukan konfirmasi,” ucapnya. Soal penambahan harga vaksin Sinovac itu, Budi mengaku belum mengetahui. “Masih dalam tahap diskusi awal, volume komitmennya juga mereka (Sinovac) belum memberikan komitmen,” katanya. (gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: