DP: Bukan Bunker, tapi Persis Kandang Sapi
CIREBON – Kasus ruang kelas bawah tanah yang menyerupai bunker tentara militer di SDN 1 Panongan Kecamatan Palimanan, menyedot perhatian publik. Ada yang merasa prihatin, tidak sedikit pula yang mengecam Disdik yang dianggap tidak becus dalam menangani masalah pendidikan di negeri ini. Anggota Dewan Pendidikan (DP) Kabupaten Cirebon, Mahmud Manshur mengaku terkejut dengan temuan mencengangkan itu. Terlebih lagi, alokasi anggaran untuk proses pendidikan sejauh ini diberikan secara “jor-joran”. “Begitu saya baca berita itu, saya langsung ke lokasi dan ternyata benar, bahkan jauh lebih buruk dari yang diberitakan. Sebab kalau menurut saya, itu bukan mirip bunker, tapi persis kandang sapi. Ini sangat memalukan,“ kata Mahmud menanggapi kasus tersebut, kemarin (25/10). Disdik lanjut dia mestinya sejak awal bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal itu. Misalnya dengan melakukan pembatasan rekrutmen siswa bagi sekolah-sekolah yang ruang kelasnya masih terbatas. “Opsi lainnya adalah merger. Sebab saya lihat, gedung SDN 1 Panongan itukan bersebelahan dengan SDN 2 Panongan. Kenapa tidak dilakukan merger saja,“ imbuhnya. Mahmud meminta UPT Pendidikan Kecamatan Palimanan segera melakukan langkah-langkah konkret dengan mengevakuasi siswa kelas III tersebut ke tempat yang lebih nyaman dan layak. Terpisah, Ketua Komisi IV yang membidangi masalah pendidikan, H Mustofa menyayangkan sikap Disdik yang seolah menutupi kondisi yang ada sebenarnya. Padahal kata Mustofa, komisi IV sudah berkali-kali minta data kepada Disdik untuk menginventarisasi sekolah mana saja yang tergolong rusak berat, rusak ringan, atau butuh RKB, sehingga DPRD bisa menganggarkan dana yang dibutuhkan. Kalau saja saat itu Disdik tanggap kata dia, kasus seperti ini tidak perlu terjadi. Temuan ruang kelas bawah tanah selanjutnya tambah Mustofa akan menjadi sorotan DPRD terutama menyangkut pola pembahasan usulan anggaran penambahan ruang kelas baru (RKB). Pasalnya, program anggaran RKB untuk tingkat SD sejauh ini ternyata tidak pernah ada (diusulkan, red). “Makanya perlu ada evaluasi. Kalau tidak diperlukan lagi adanya RKB, sudah seharusnya dilakukan merger,“ tuturnya.(dik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: