Bahan Baku dan Peneliti Vaksin Nusantara Semuanya Impor dari AS

Bahan Baku dan Peneliti Vaksin Nusantara Semuanya Impor dari AS

MANTAN Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menegaskan, pembuatan Vaksin Nusantara sudah dilakukan uji klinis pada hewan dengan metode sel dendritik. Namun, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) vaksin yang diklaim buatan anak bangsa itu semua bahan baku vaksinnya diimpor dari Amerika Serikat.

Lembaga yang di pimpin oleh Penny K. Lukito itu menjelaskan, penelitian vaksin sel dendritik atau yang dikenal sebagai vaksin Nusantara dilakukan oleh tim peneliti dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Dr. Kariadi dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Penelitian ini disponsori oleh PT. Rama Emerald/PT. AIVITA Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Diketahui, Vaksin Nusantara merupakan vaksin yang menggunakan campuran sel dendritik yang diperoleh dari darah masing-masing orang. Antigen SARS COV-2 Spike Protein produksi Lake Pharma, CA, USA. GMCSF (Sarmogastrim) suatu growth factor yang diproduksi oleh Sanofi-USA. Dimana Proses pengolahan sel dendritik dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc.

Pada pelaksanaan uji klinis pengolahan sel tersebut dilakukan oleh tim dari AIVITA Biomedical Inc. USA. Transfer teknologi kepada peneliti di RSUP Dr. Kariadi baru dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada beberapa staf untuk melihat proses yang dilakukan oleh tim AIVITA Biomedical Inc. USA.

“Semua komponen utama pembuatan vaksin dendritik ini diimpor dari Amerika Serikat,” tegas BPOM dalam pernyataan resminya, Rabu (14/4).

Apa saja yang diimpor? Semuanya, baik antigen, GMCSF, medium pembuatan sel, dan alat-alat untuk persiapan. Bahkan tenaganya atau SDM pun impor.

Jika akan dilakukan transfer teknologi dan dibuat di Indonesia membutuhkan waktu yang lama mengingat sampai saat ini Industri Farmasi yang bekerjasama dengan AIVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi untuk produk biologi, membutuhkan waktu 2-5 tahun untuk mengembangkan di Indonesia.

“Berdasarkan penjelasan CEO AIVITA Indonesia, mereka akan mengimpor obat-obatan sebelum produksi di Indonesia,” kata BPOM.

Menurut BPOM, metode pembuatan dan paten dimiliki oleh AIVITA Biomedica Inc. USA, sekalipun telah dilakukan transfer of knowledge kepada staf di RS. Kariadi, tetapi ada beberapa hal yang masih belum dijelaskan terbuka, seperti campuran medium sediaan vaksin yang digunakan. Pelaksanaan uji klinis ini dilakukan oleh peneliti dari AIVITA Biomedica Inc. USA.

“Penelitinya yaitu orang asing yang bekerja di Indonesia untuk meneliti menggunakan subjek orang Indonesia, tidak dapat ditunjukkan izin penelitian bagi peneliti asing di Indonesia,” tegas BPOM.

Lalu data-data penelitian disimpan dan dilaporkan dalam electronic case report formmenggunakan sistem elektronik dengan nama redcap cloud yang dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc dengan server di Amerika. Kerahasiaan data dan transfer data keluar negeri tidak tertuang dalam perjanjian penelitian, karena tidak ada perjanjian antara peneliti Indonesia dengan AIVITA Biomedical Inc. USA.

“Data interim fase 1 yang diserahkan belum cukup memberikan landasan untuk uji klinis ini dilanjutkan ke fase 2, karena ada beberapa perhatian terhadap keamanan dari vaksin, kemampuan vaksin dalam membentuk antibody, dan juga pembuktian mutu dari produk vaksin dendritik yang belum memadai,” tegas BPOM.

Sebaiknya penelitian ini dikembangkan dahulu di pre klinis sebelum masuk ke uji klinisuntuk mendapatkan basic concept yang jelas, sehingga pada uji klinis di manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: