Agendakan Modernisasi Alutsista

Agendakan Modernisasi Alutsista

JAKARTA - Sesuai dengan perkiraan, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Moeldoko akhirnya disetujui menjadi panglima TNI untuk menggantikan Laksamana Agus Suhartono. Komisi I DPR secara bulat menyetujui Moeldoko untuk menduduki jabatan pucuk di TNI setelah melakukan fit and proper test di gedung DPR, kemarin (21/8). “Seluruh fraksi memberikan persetujuan kepada Jenderal Moeldoko menjadi panglima TNI berikutnya,” kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq. Selanjutnya, hasil uji kepatutan dan kelayakan terhadap Moeldoko itu akan disampaikan kepada pimpinan DPR dan diteruskan kepada presiden yang akan melantiknya. Langkah mulus Moeldoko menuju kursi panglima TNI sebenarnya sudah terlihat sejak awal proses fit and proper test. Di awal, Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin mengungkapkan, hasil kunjungan ke Komnas HAM dan KPK menunjukkan Moeldoko tidak memiliki catatan dengan masalah HAM dan korupsi. Mahfudz juga menyebut, bahwa komisi I sudah menjadikan TNI sebagai keluarga besar. Hal itu lantas disambut Moeldoko dengan pernyataan serupa saat menyampaikan paparannya. “Komisi I DPR bukan sekadar mitra kerja, tetapi keluarga besar TNI,” kata Moeldoko yang disambut riuh tepuk tangan seisi ruang rapat. Selanjutnya, proses fit and proper test yang berjalan selama hampir enam jam itu berlangsung dalam suasana cair. Beberapa anggota komisi I sesekali menyelipkan joke saat mengajukan pertanyaan atau melakukan pendalaman materi. Moeldoko pun terlihat rileks, tidak terlihat aura ketegangan menjalani tes menjadi panglima TNI. “Saya jadi sulit membedakan antara fit and proper test dengan raker. Mudah-mudahan sekretariat tidak salah membuat resume,” seloroh Mahfudz sebelum mengakhiri fit and proper test. Dalam paparannya, Moeldoko menyampaikan beberapa gagasan jika nanti dipercaya mengemban jabatan panglima TNI. Antara lain, peningkatan disiplin dan kapasitas prajurit, profesionalisme TNI, peningkatan kesejahteraan, serta modernisasi alutsista. Dia juga akan melanjutkan program Minimum Essential Force (MEF) dan menjaga netralitas TNI. “Kami memiliki aturan bagaimana bersikap netral. Sarana dan prasarana militer tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik,” tegas jenderal kelahiran Kediri itu. Dia juga meminta kerja sama dari parpol untuk tidak melibatkan dalam urusan politik. “Karena ada kejadian, awalnya izin untuk halalbihalal, namun belakangan digunakan untuk kampanye,” beber Moeldoko. Mantan Pangdam III/Siliwangi itu juga menyatakan, akan membangun birokrasi yang bersih di tubuh TNI. Dia tidak akan memberikan toleransi terhadap praktik KKN, apalagi mencatut namanya. “Kalau ada yang nyebut saya orang Moeldoko, tangkap dia. Saya ingin tahu,” katanya. Hal itu dilakukan sebagai upaya transparansi dan menjaga akuntabilitas. Selain itu, dia berupaya menjadikan TNI yang bersahabat. “Saya ingin TNI seperti perawan yang cantik. Semua melirik, ingin memiliki dan tidak ada yang memusuhi,” ujar Moeldoko. (fal/c1/fat)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: