Keraton Naikkan Pangkat Mbah Maridjan

Keraton Naikkan Pangkat Mbah Maridjan

JOGJA - Juru kunci Gunung Merapi, Mas Penewu Suraksohargo atau yang populer dengan nama Mbah Maridjan telah meninggal. Dia turut menjadi korban erupsi Merapi. Meninggalnya Mbah Maridjan membuat banyak pihak merasa kehilangan. Termasuk, Keraton Jogjakarta. Mbah Maridjan termasuk abdi dalem keraton yang terhitung loyal dalam menjalankan tugas menjaga Merapi sampai akhir hayat. “Mbah Maridjan gugur dalam tugas,” ujar kerabat Keraton Jogja GBPH Yudhaningrat, kemarin (27/10). Karena gugur kala menjalankan kewajiban sebagai abdi dalem, pria yang terkenal dengan iklan roso-roso itu kini dipertimbangkan oleh keraton untuk diberi kenaikan pangkat luar biasa. Kenaikan pangkat tersebut bisa diberikan setingkat atau beberapa tingkat lebih tinggi. “Semua bergantung kebijakan Ngarso Dalem (Sultan Hamengku Buwono X, red). Itu sepenuhnya hak prerogatif beliau,” ungkap salah seorang adik Sultan Hamengku Buwono (HB) X tersebut. Menurut Yudhaningrat, pangkat yang disandang Mbah Maridjan, mas penewu, masuk kategori kliwon atau semacam perwira pertama di lingkungan TNI dan Polri. Bila diberi kenaikan setingkat, pangkatnya berganti menjadi mas wedono. “Tapi, semua itu terserah Ngarso Dalem,” terangnya. Yudhaningrat yang menjabat manggala yudha Keraton Jogja atau semacam panglima TNI tersebut menceritakan, kenaikan pangkat untuk abdi dalem keraton karena gugur ketika bertugas pernah terjadi. Hal itu dialami kakeknya pada zaman pendudukan Jepang, tepatnya menjelang kemerdekaan. Demi kemerdekaan Indonesia, kakek Yudhaningrat dari garis ibunya, KRAy Hastungkoro, rela menjadi tumbal. Keraton yang saat itu dipimpin ayahnya, HB IX, memutuskan untuk memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada kakek Yudhaningrat. Disinggung soal calon pengganti Mbah Maridjan, Yudhaningrat mengatakan bahwa posisi juru kunci Merapi tidak akan dibiarkan terlalu lama lowong. Sesuai dengan aturan keraton, bila situasi telah tenang, dicari pengganti Mbah Maridjan. Calon tersebut, tutur Yudhaningrat, bisa berasal dari keturunan langsung Mbah Maridjan atau warga sekitar Kinahrejo, daerah tempat tinggal mendiang juru kunci itu. “Anak Mbah Maridjan akan ditanya, adakah yang bersedia menjadi pengganti. Kalau tak ada, barulah ditawarkan kepada warga lain,” paparnya. Soal penetapan juru kunci yang baru, Yudhaningrat kembali menyatakan bahwa kewenangan penuh berada di tangan HB X. Sebagai raja, HB X memiliki otoritas mengangkat juru kunci Merapi. “Kapan dan siapa yang akan ditunjuk merupakan kewenangan Ngarso Dalem,” jelas ayah seorang putri itu. Permaisuri HB X, GKR Hemas, juga menjelaskan bahwa keraton mungkin segera menunjuk pengganti Mbah Maridjan. Senada dengan Yudhaningrat, terang dia, calon pengganti bisa berasal dari keturunan Mbah Maridjan atau warga sekitar Kinahrejo. “Ada proses untuk semua itu,” ujar wakil ketua DPD tersebut saat melihat jenazah Mbah Maridjan dan mengunjungi korban Merapi di RS Sardjito kemarin. Selama berada di RS Sardjito, Hemas mengungkapkan prihatin sekaligus mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban. Semasa Mbah Maridjan masih hidup, Hemas mengatakan beberapa kali bertemu dengan juru kunci Merapi tersebut. Namun belakangan, dia maupun HB X sudah jarang bertemu dengan abdi dalem berusia 82 tahun itu. Di mata Hemas, loyalitas Mbah Maridjan menjaga Merapi telah teruji. Keputusan tak bersedia mengungsi itu dapat dipahami. Sikap Mbah Maridjan tersebut merupakan konsistensi abdi dalem untuk terus menjaga Merapi meski nyawa menjadi taruhan. “Mbah Maridjan tahu kapan saatnya turun atau tidak,” ucap ibu lima putri tersebut. Berdasar rekam jejak, Mbah Maridjan mengawali karir sebagai abdi dalem dari pangkat terendah. Dia mendapatkan tugas menjaga Merapi dari mendiang HB IX. Sedangkan SK pengangkatannya dikeluarkan pada masa kepemimpinan HB X. Sesudah erupsi Merapi pada 2006, Mbah Maridjan mendapatkan kenaikan pangkat dari HB X. Pangkatnya semula mas ngabehi, lalu naik satu tingkat menjadi mas penewu hingga meninggal sebagai salah seorang korban erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010. Selamat jalan, Mbah Maridjan. Tertimbun Abu dan Bersujud Mulai kemarin (27/10), Gunung Merapi yang disebut-sebut sebagai gunung berapi paling aktif di dunia itu tak lagi dijaga juru kunci yang sangat legendaris, Mbah Maridjan. Ia  ditemukan meninggal di kamar pribadi kediamannya di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Jasad  Mbah Maridjan itu ditemukan kemarin (27/10) pukul 06.30 oleh para relawan dari tim SAR dan PMI. Saat ditemukan, tubuhnya tertimbun abu Merapi. Setelah diangkat, posisinya dalam keadaan bersujud. Diperkirakan, Mbah Maridjan terkena semburan awan panas pukul 17.45. Evakuasi jenazah Mbah Maridjan agak sulit dilakukan. Sebab, medan yang harus dilalui tertutup pohon-pohon tumbang dan abu vulkanik setebal 30 sentimeter yang saat itu masih panas. Oleh para relawan, jasad Mbah Maridjan langsung dibawa ke RSUP dr Sardjito untuk diidentifikasi lebih lanjut. Lafal tahlil selalu didengungkan para evakuator saat mengangkat jenazah Mbah Maridjan, mulai dikeluarkan dari kamarnya hingga menuju ambulans. Keyakinan bahwa jasad yang sedang bersujud itu adalah Mbah Maridjan disampaikan Asih, anaknya. “Inna lillaahi wa inna ilaihi raajiun,” tutur Asih kepada Radar Jogja (Radar Cirebon Group) setelah menerima kabar penemuan bapaknya oleh relawan dan tim SAR. Berita meninggalnya Mbah Maridjan tersebut membuat istri, anak, menantu, serta cucu-cucunya shock. Di kediaman Agus Wiyarto, salah seorang kerabat dekat Mbah Maridjan, di Jalan Kaliurang, mereka memanjatkan doa untuk sang juru kunci. “Subhanallah. Mbah Maridjan mudah-mudahan khusnul khatimah,” ujar Agus yang selalu mendampingi Asih. Ucapan belasungkawa terus mengalir dari kerabat, sanak saudara, dan teman melalui handphone yang dibawa Asih. Setelah dirapatkan, keluarga memutuskan akan melaksanakan salat jenazah pukul 16.00. Waktu itu dipilih karena menunggu kedatangan Widodo, anak Mbah Maridjan yang selama ini tinggal di Jakarta. Pukul 16.05, Widodo dan istrinya tiba di rumah Agus. Isak tangis mengiringi kedatangan Widodo. Pria berkacamata tersebut menangis sejadi-jadinya di depan ibunya. Sementara itu, istrinya berpelukan dengan Murni, menantu Mbah Maridjan. Pemandangan sore itu pun penuh haru. (uki/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: