Bulan Syawal yang Diyakini Baik untuk Menikah, di Kota Cirebon Pernikahan Meningkat 100 Persen

Bulan Syawal yang Diyakini Baik untuk Menikah, di Kota Cirebon Pernikahan Meningkat 100 Persen

MENIKAH merupakan salah satu fitrah manusia. Selain itu, menikah juga mencontoh salah satu ajaran Rasulullah Muhammad SAW.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Malik AS, Rasulullah menyatakan bahwa seseorang yang menikah berarti ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Sedangkan setengahnya dengan bertakwa kepada Allah SWT.

Bagi sebagian orang, bulan Syawal juga dinilai sebagai waktu yang tepat untuk menggelar hajat pernikahan. Pendaftataran pernikahan yang digelar di Bulan Syawal bahkan mengalami peningkatan hingga 100 persen.

Kantor Kementerian Agama Kota Cirebon mencatat, di bulan bulan biasa, angka pernikahan di Kota Cirebon rata rata hanya sekitar 50 pasangan saja.

Namun saat memasuki Bulan Syawal, jumlahnya meningkat menjadi 100-150 pasangan yang akan mengikat janji suci di depan penghulu. Jumlah tersebut tersebar di lima kecamatan yang ada di Kota Cirebon.

Kasi Bimas Islam Kantor Kemenag Kota Cirebon, H Slamet MAg mengatakan, banyaknya pernikahan yang digelar di bulan Syawal dikarenakan masyarakat meyakini kalau bulan syawal merupakan bulan baik untuk menikah.

 “Masyakat Indonesia, khususnya Cirebon banyak yang meyakini kalau Bulan Syawal merupakan bulan yang tepat untuk menggelar pernikahan. Selain juga mungkin karena ketika bulan syawal, menjadi momen berkumpul anggota keluarga setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri,” jelasnya.

Selain Bulan Syawal, bulan lainnya yang banyak dimanfaatkan warga untuk melangsungkan pernikahan adalah bulan Dzulhijjah, Rajab, Sya’ban dan momen setelah panen.

Bulan Dzulhijjah dianggap baik karena bertepatan dengan momen Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban. Sedangkan Bulan Rajab dan Sya’ban dinilai mengandung keberkahan karena terdapat beberapa hari bersejarah dalam Islam.

Sementara itu, terkait dengan regulasi terkait dengan penyelenggaraan pernikahan di masa pandemi, aturanya belum megalami perubahan. Slamet menjelaskan, panduan pernikahan di masa new normal atau adaptasi kebiasaan baru (AKB) itu masih mengacu pada Surat Edaran Nomor P-DJ.III/HK.00.7/06/2020 tentang pelayanan Nikah menuju Masyarakat Produktif Aman Covid-19.

“Belum ada lagi regulasi baru yang mengatur pelaksanaan pernikahan. Regulasinya masih sama,” ungkapnya.

Dalam surat edaran tersebut, kata Slamet, prosesi akad nikah bisa dilaksanakan diluar Kantor Urusan Agama. Namun dalam pelaksanaanya tetap harus memperhatikan protokol kesehatan. Yakni menggunakan masker, dan dianjurkan mencui tangan sebelum melaksanakan akad nikah.

Pembatasan fisik juga harus diperhatikan. Perserta prosesi akad nikah yang dilaksnakan di KUA diikuti maksimal oleh sebanyak 10 orang. Sementara akad nikah yang dilaksanakan di masjid atau di gedung pertemuan, hanya boleh  diikuti oleh sebanyak banyaknya 20 persen dari kapasitas ruangan dan tidak boleh lebih dari 30 orang.

KUA kecamatan juga diwajibkan untuk  mengatur hal hal yang berhubungan dengan petugas, pihak calon pengantin, waktu dan tempat agar pelaksanaan akad nikah dan protokol kesehatan dapat berjalan dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: