2 Warga Negara China Pengelola Pinjol Ilegal Diburu

2 Warga Negara China Pengelola Pinjol Ilegal Diburu

BARESKRIM Polri mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penipuan dengan modus pinjaman online (pinjol). Pengungkapan ini bermula dari laporan masyarakat terkait adanya aplikasi pinjaman dengan suku bunga tinggi.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadir Tipideksus) Kombes Whisnu Hermawan Februanto mengatakan pinjol RP Cepat menggunakan sistem bunga yang tak wajar. Karenanya membuat korban enggan membayarkan dan melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.

Padahal dalam surat edaran, RP Cepat hanya menjanjikan suku bunga rendah yaitu 7 persen. Namun ketika korban telah meminjam, RP Cepat memasang suku bunga yang tak wajar.

“Kebanyakan korban itu pinjamnya Rp 1,7 juta, dapatnya Rp 500 ribu, dapat ditangannya Rp 290 ribu saja. Tapi mengembalikannya puluhan juta nantinya. Bahkan ada yang minjam uangnya Rp 3 juta balikinnya Rp 60 juta,” katanya, seperti dikutip Tribratanews, Jumat (18/6).

Dikatakannya, selama beroprasi aplikasi pinjol RP Cepat tidak memiliki legalitas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami informasikan kepada masyarakat bahwa aplikasi RP Cepat tidak memiliki izin. Ini sesuai dengan hasil penyelidikan langsung kami dan pihak OJK di lapangan,” terangnya.

Dalam menjalankan aksinya, pengelola aplikasi RP Cepat tidak memiliki tempat atau alamat perusahaan yang tetap.

“Mereka pindah-pindah, terakhir di Jakarta Barat terungkap perusahaan itu mengontrak rumah. Dari sini terdapat lima orang ditangkap dan dua orang yang diduga sebagai pengendali aplikasi masuk DPO, diduga warga negara asing dari China,” tuturnya.

Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Namun, ada pula dua negara asing yang masih tengah menjadi buronan.

Adapun kelima tersangka itu adalah, EDP, BT, ACJ, SS dan MRK. Sementara dua orang WNA yang telah diminta pencekalan ke Ditjen Imigrasi adalah, XW dan GK.

Wadirtipideksus juga menegaskan, penetapan lima tersangka dan dua DPO ini bukan didasari penerapan suku bunga yang tinggi, tetapi juga terkait SMS blasting serta teror kepada peminjam uang sebelum tenggang waktu yang ditetapkan. Sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

“Ini kita lihat melalui barang bukti yang ada berupa SIM Card dan alat-alat lainnya, mereka juga melakukan SMS blasting kepada para peminjam. Ini jelas sangat meresahkan meski korban mengalami kerugian yang sangat kecil, namun jumlahnya jika diakumulasikan sangat besar,” tukasnya.(fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: