Peluang Usaha Anak Muda
TEMPAT kongkok di Cirebon semakin menjamur. Beragam konsep disuguhkan untuk menggaet pelanggan. Ada peran anak muda di balik dapur. Yang berani ambil risiko di tengah persaingan bisnis yang banyak bermunculan. Dari situ, kreativitas dan hoki dipertaruhkan.
Tidak sulit menemukan tempat makan-minum suguhan utama kopi. Atau dikenal kafe. Selalu ada yang baru. Sudut pelosok, hingga tepi jalan kerap dijadikan tempat untuk memulai bisnis. Bukan hanya aroma dan rasa khas kopi yang banyak dicari. Latar atau tempat yang asyik kerap jadi pertimbangan orang untuk datang.
Bisa jadi kabar baik. Di tengah sulitnya anak muda mencari kerja. Mereka dituntut untuk berkreasi memenuhi standar trend atau pasar media sosial. Kadang jadi persoalan di kala bisnis ini mulai tak terbendung. Menjamur. Yang tak mampu inovasi perlahan akan tumbang. Tergantikan oleh mereka yang punya daya tarik baru.
“Teman-teman sudah pada kerja semua. Untuk sekarang mending kerja karena penghasilan tetap. Apalagi sekarang sudah punya anak dan istri,” kata Wawan Hermawan, yang pernah membuka kedai kopi bersama rekan sebayanya di dekat Kampus Stikom, Kedawung, Kabupaten Cirebon.
Kreativitas anak muda memang harus menonjol. Bisa diwujudkan melalui pemilihan tempat untuk membuka bisnis dengan aktor utama barista tersebut. Sebut saja Walik Coffee di Plumbon, Kabupaten Cirebon. Di awal pembukaan, pengunjung harus rela antre. Latar bangunan tua yang dipertahankan sukses membuat penasaran orang untuk datang.
Belakangan, ornamen klasik memang sedang jadi daya tarik. Konsep jadul dipertahankan. Hanya dibersihkan dan dirapihkan. Beberapa ada yang direnovasi. Ditambah sorot lampu yang berkedip di saat gelap malam.
Masih di Plumbon, ada Milarie Coffee. Juga mengusung konsep klasik. Ownernya, Imron Janu Amperanu membiarkan bangunan lawas yang tak dihuni 20 tahun sebagai tempat kongkow. Ada tiga kamar utama. Halaman belakang, yang dulu dapur, sudah roboh. Lapuk termakan usia. Luas bangunan sekitar 10x20 meter.
Ruang tamu dijadikan teras. Dilengkapi wifi dengan deretan kursi terbuat dari kayu. Aksen jendela telah dicat hitam. Dari depan menambah kesan vintage. Meski genting sudah mulai menghitam. Lantai rumah masih dari semen. Cukup kokoh. Cat untuk dinding dibalut dengan kapur. Meski di sebagian tempat mulai mengelupas. Itu sengaja dipertahankan agar semakin terlihat kuno.
Pintu belakang menggunakan grendel kayu. Yang panjang membentang secara horizontal itu. Atap rumah sangat kental dengan adat Jawa. Lampu sengaja dibuat redup. Bohlam bulat warna kuning. Poster tokoh lawas: John Lenon, Bob Marley hingga Albert Einstein menambah kesan keren.
Di Jl Kanggraksan, Kota Cirebon, VW Combi terparkir dengan jendela yang dibiarkan terbuka. Mobil tua itu dijadikan tempat untuk menyeduh kopi. Dinamakan Kopi Katro. Cocok bagi pengunjung yang bosan dengan suasana rumahan.
Hasrat memenuhi trend dan gengsi, diakui Amung --bukan nama sebenarnya-- jadi satu alasan berkunjung ke kafe. Secangkir seduhan kopi utuh sebelum diteguk, sayang rasanya kalau tidak difoto lebih dulu. Gatel jari Amung kalau hanya menyimpan hasil foto itu di galeri smartphone. Sudah jadi tradisi untuk diunggah ke media sosial: instagram dan/atau status WhatssApp.
“Enak buat ngumpul dan ngobrol sama temen-temen,” kata Amung, menyebutkan alasan lain berkunjung ke kafe.
Secara tak langsung para anak muda di balik dapur itu membuat ekonomi daerah terangkat. Sedikit-banyak. Karena tak hanya menawarkan suguhan kopi. Makanan cepat saji lain otomatis ikut dicari. Soal rasa, lagi-lagi, kadang nomor sekian. “Yang penting murah dan banyak (porsinnya, red). Dan enak untuk nongkrong sama temen-temen,” kata Aji, penikmat kopi asal Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Melalui kedai atau kafe, peluang kerja baru juga tercipta. (ade)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: