AS Siapkan Serangan Terbatas
Prancis Minta Dukungan Parlemen, Israel Siaga Hadapi Segala Kemungkinan BEIRUT - Misi tim investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meneliti dugaan senjata kimia di Syria berakhir. Mereka dilaporkan meninggalkan negara tetangga Israel tersebut dengan melintasi perbatasan Lebanon kemarin pagi (31/8). Kepergian tim ahli PBB tersebut hanya berselang beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyatakan akan mempertimbangkan sebuah serangan terbatas ke Syria. Associated Press melansir, personel PBB memasuki Lebanon dari Syria melalui perbatasan Masnaa dan menuju Bandara Beirut dengan menggunakan 13 mobil. Setelah empat hari berada di lokasi penyerangan senjata kimia, tim menyelesaikan tugasnya pada Jumat (30/8) dan membawa data-fakta untuk dipaparkan kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Para kritikus dan sekutu Amerika Serikat meminta Obama menunggu hasil akhir penyelidikan tim PBB sebelum mengambil keputusan untuk menyerang Syria. Tim dalam waktu dekat memaparkan temuannya kepada Ban. Sekjen PBB sendiri akan mempresentasikan materi tersebut kepada Dewan Keamanan. Namun, dia ingin menunggu sampai laporan akhir dirampungkan. Diperkirakan, membutuhkan waktu maksimal seminggu. Obama sendiri menyatakan bahwa dirinya muak dengan perang. Namun, dia tetap menganggap bahwa Syria harus bertanggung jawab atas aksi membantai rakyatnya sendiri menggunakan senjata kimia. Serangan terbatas hanya akan dilakukan dalam skala tertentu dan bertujuan untuk menghukum rezim Bashar al-Assad. Sebab, Washington yakin bahwa Assad-lah yang membunuh ratusan warga sipil dengan gas beracun dalam serangkaian serangan pada 21 Agustus. Sedangkan Syria menuduh pejuang jihad yang berafiliasi dengan pemberontak sebagai pelaku serangan kimia tersebut. Tujuannya, memancing sentimen global untuk menyerang pemerintah Syria. Menurut Menteri Luar Negeri Syria Walid Moallem, sejumlah roket bermuatan zat kimia mematikan mendarat di wilayah yang dikuasai tentara pemerintah. ’’Untuk apa pemerintah Assad menyerang tentaranya sendiri?’’ tanyanya. Data berbeda disampaikan Menteri Luar Negeri AS John Kerry saat memaparkan temuan intelijen terkait dengan serangan 21 Agustus di hadapan sejumlah anggota parlemen. Pemaparan itu ditujukan untuk mencari dukungan politik dari parlemen yang akan menjadi dasar serangan ke Syria. ’’Kami tahu roket-roket itu hanya berasal dari wilayah kekuasaan tentara pemerintah dan ditembakkan hanya ke wilayah oposisi atau wilayah lain yang sedang diperebutkan keduanya,’’ paparnya. Laporan intelijen tersebut menduga bahwa serangan itu telah direncanakan dengan baik. ’’Kami tahu tiga hari sebelum serangan terjadi, personel militer dari unit senjata kimia rezim Syria berada di lokasi untuk melakukan persiapan,’’ imbuh Kerry. ’’Dan, kami juga tahu elemen rezim Syria telah diberi tahu untuk bersiap akan adanya serangan itu dengan menginstruksikan memakai masker gas dan beberapa langkah untuk mengantisipasi senjata kimia,’’ tandasnya. Klaim AS tersebut langsung ’’digugat’’ Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai sekutu dekat Presiden Bashar al Assad. Berbicara kepada wartawan di Vladivostok, Rusia timur, Putin menyebut laporan intelijen AS sebagai ’’omong kosong’’ dan menantang Washington membuktikan keterlibatan tentara Syria dalam serangan itu. MINTA RESTU PARLEMEN Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menunda aksi militer ke Syria lantaran harus berkonsultasi dengan Kongres menginspirasi Presiden Francois Hollande. Dia berharap parlemen Prancis merestui rencananya untuk mendukung aksi militer AS. Sementara itu, Israel mengaku siap dengan skenario apa pun atas Syria. \"Dalam situasi seperti ini, Prancis tidak bisa terlibat dalam pertempuran tanpa dukungan penuh parlemen,\" kata Francois Fillon, mantan Perdana Menteri (PM) Prancis, kepada Journal du Dimanche kemarin (1/9). Padahal, konstitusi Negeri Anggur tersebut tidak mewajibkan parlemen untuk melakukan voting atas keterlibatan militer dalam pertempuran apa pun yang berlangsung kurang dari empat bulan. Namun, harapan Hollande soal restu parlemen Prancis menyiratkan bahwa aksi militer terhadap Syria bakal berlangsung lebih dari empat bulan. Sejak mendengar kabar soal dugaan penggunaan senjata kimia dalam serangan di Ghouta pada 21 Agustus lalu, Prancis bersiap melancarkan aksi kimia ke republik yang terletak di tepi Laut Mediterania tersebut. Padahal, saat itu AS belum angkat bicara. Israel yang sibuk melakukan antisipasi sejak kabar aksi militer ke Syria berembus, mengaku siap menghadapi skenario apa pun. Kemarin PM Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa pemerintah dan rakyat Israel sudah percaya diri dengan persiapan yang sekitar dua pekan terakhir ini mereka lakukan untuk mengantisipasi perang. \"Israel cukup tenang dan percaya diri. Rakyat kami sudah sangat siap menghadapi skenario apa pun terhadap Syria,\" papar pemimpin 63 tahun tersebut dalam rapat mingguan kabinet kemarin. Apalagi, lanjut dia, Obama memutuskan menunda serangan rudal ke Syria dan menanti restu Kongres AS. Rencananya, Kongres AS baru membahas aksi militer itu pasca reses 9 September nanti. Kemarin Netanyahu mengimbau masyarakat untuk tetap tenang. Menurut dia, pemerintah dan rakyat Israel tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak aksi militer AS ke Syria terhadap negerinya. \"Musuh-musuh kami punya cukup banyak alasan yang baik untuk tidak bermain-main dengan kami, menjajal kekuatan kami, atau menguji kemampuan kami,\" tegasnya. Sebagai sekutu dekat AS di kawasan tersebut, wajar jika Israel sempat mengkhawatirkan dampak aksi militer Negeri Paman Sam ke Syria. Sebab, Israel bukan tidak mungkin akan menjadi sasaran serangan balasan dari sekutu Assad di wilayah itu. Hizbullah, kelompok pendukung Assad di Lebanon, sudah pasti langsung melancarkan serangan ke Israel jika Syria diserang. Namun, Netanyahu yakin bahwa Israel tidak akan menjadi sasaran serangan balasan. \"Mereka tahu alasannya,\" kata pengganti Ehud Olmert tersebut tanpa menyebutkan alasan yang dimaksud. Yang pasti, lanjut Ehud, Israel tidak akan tinggal diam. Pasukan Israel akan langsung membalas segala bentuk serangan dari luar. Termasuk jika serangan itu melibatkan senjata kimia yang kabarnya juga dimiliki oposisi Syria. Sekitar dua pekan terakhir, rakyat Israel berbondong-bondong membeli masker gas. Bahkan, mereka rela antre panjang untuk mendapat masker. Tren memborong masker gas tersebut mulai muncul pada Perang Teluk 1991. Tepatnya setelah Iraq menembakkan sedikitnya 39 rudal Scud ke Israel sebagai balasan atas Operasi Badai Gurun yang dilancarkan pasukan AS. (AP/AFP/CNN/BBC/hep/c15/tia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: