Anak Pengungsi Alami Gangguan Psikologis
MAGELANG - Sejumlah anak yang menjadi korban letusan Gunung Merapi yang terjadi dalam sepekan terakhir terindikasi mengalami gangguan psikologis. Kebanyakan diantaranya mengalami trauma saat erupsi berlangsung. Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementrian Sosial Republik Indonesia, Harry Hikmat mengatakan hal ini terbukti dengan banyaknya anak yang mulai menampakkan kebiasaan aneh. “Saya melihat ketika mereka berkumpul jadi satu, ada seorang anak tiba-tiba lari. Ketika mendengar gemuruh terlalu kencang, seketika itu mereka memeluk ibunya erat,” kata dia ketika meninjau posko di Gedung KPRI Kecamatan Dukun, kemarin. Hal itu, katanya wajar mengingat kejadian erupsi merapi yang dirasa cukup menggemparkan warga sekitar. “Bagaimana tidak trauma. Ketika mereka tidur lelap tiba-tiba dibangunkan dan diajak berlarian. Hal ini tentu akan mengganggu pikiran mereka,” terangnya. Untuk itu, ribuan anak yang tinggal di kawasan Gunung Merapi seperti di Sleman, Magelang, Klaten, dan Boyolali membutuhkan pendampingan secara khusus. “Jangan sampai terjadi seperti yang dialami korban bencana ambrolnya situ gintung. Banyak anak trauma hingga mereka tumbuh dewasa, hanya karena proses pendampingan tidak pernah dilakukan,” kata dia. Pihak kementrian sosial katanya, telah menerjunkan 95 pekerja sosial (peksos) ke berbagai wilayah yang terkena dampak letusan Gunung Merapi. “Jumlahnya nanti akan kita sesuaikan dengan jumlah anak. Saat ini yang terdata baru di Magelang 1645 di Sleman dan Magelang 1600 anak. Sisanya masih akan kita data,” terangnya. Proses pendampingan yang dilakukan, katanya, dengan memberikan stimulan kepada para anak korban bencana merapi untuk melupakan trauma sembari menumbuhkan potensi anak. Seperti mendirikan pondok anak ceria yang memberikan pelayanan tersebut. “Kita juga sediakan alat untuk menulis dan beberapa peralatan belajar lainnya. Kita bikin mereka senyaman mungkin dipengungsian ini dan bisa melupakan kejadian yang menimpanya,” papar Harry. Sementara itu, sejak kemarin mulai terpantau aktifitas pemberian hiburan kepada anak-anak yang tinggal di pengungsian. Ada yang diberikan hiburan berupa perlombaan, ada pula yang dibacakan dongeng. “Kita sudah lakukan ini hari pertama pengungsian berlangsung. Tujuannya supaya anak-anak di sini tidak trauma atas kejadian lalu dan mereka bisa bergembira di sini (pengungsian, red),” kata Kepala Seksi Program dan Advokasi RSPA Antasena, Agung Suhartoyo yang juga penanggung jawab pondok anak ceria. (vie)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: