Koperasi Harus Berbadan Hukum
PEKALIPAN– Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) akan menolak memberikan bantuan kepada koperasi jika belum berbadan hukum dan tidak memenuhi ketentuan agar dapat disebut koperasi. Kepala Disperindagkop Kota Cirebon Ir Yati Rohayati menjelaskan, banyak bantuan yang diajukan oleh beberapa kelompok dengan mengatasnamakan koperasi. Namun, disperindagkop tidak seluruhnya menerima. Bahkan, pihaknya menolak memberikan bantuan. “Jika belum berbadan hukum, kami tidak akan beri bantuan apapun,” tegasnya kepada Radar, Jumat (20/9). Untuk kelompok warga dapat disebut koperasi, harus melalui tahapan yang ada dan ditentukan. Seperti, ada pengurus, pengawas, AD/ART, dan pengesahan akta notaris. Jika tidak melengkapi syarat-syarat dalam tahapan yang diatur, disperindagkop, kata Yati, tidak dapat berbuat banyak terhadap warga yang memiliki wadah pemberdayaan ekonomi sekalipun. Meskipun telah terbentuk puluhan tahun, hal itu tidak menjamin sebuah perkumpulan warga yang menyebut diri dengan nama koperasi, tercatat sebagai koperasi resmi dan mendapatkan pelatihan. Yati menerapkan kebijakan sesuai aturan. Menurutnya, Kementrian Koperasi dan UMKM seringkali meminta data lengkap tentang koperasi yang ada di Kota Cirebon. Alasan itu, membuat disperindagkop tidak sembarangan memberikan bantuan. Terlebih, semakin tahun koperasi resmi terus berkurang. Hal ini, ujar Yati, karena anggota yang tidak bertanggung jawab dan tidak tertib dalam membayarkan pinjaman yang diberikan. Jika sudah ada kelengkapan dokumen dan memenuhi syarat yang ditentukan, disperindagkop akan melakukan pendataan dan memberikan bantuan jika ada program bantuan. Baik dalam bentuk permodalan atau lainnya. “Kami senang koperasi terus bertambah. Kota Cirebon diproyeksikan menjadi kota koperasi di Indonesia,” terangnya. Sementara, Ketua Forum Kader Kelurahan/Kecamatan Pekalipan Yeti Koryati mengatakan, para ibu-ibu di wilayahnya telah membentuk koperasi kader yang berjalan 15 tahun lamanya. Namun, sepanjang waktu itu pula mereka tidak pernah merasakan bantuan apapun dari Disperindagkop Kota Cirebon. Meskipun berkali-kali mengajukan, sebanyak itu pula selalu ditolak. Yeti mulai curiga. “Ternyata, karena koperasi kami tidak berbadan hukum,” ucapnya menemukan jawaban persoalan selama 15 tahun. Kendala permodalan, sudah dilewati dengan baik. Sebab, 87 anggota koperasi Siaga Mandiri, selalu membayarkan pinjaman dengan tertib. Bahkan, iuran wajib pokok dan sukarela, tidak berhenti di tahun pertama saja. “Kami bertahan puluhan tahun. Pak Azis memberikan Rp1,5 juta untuk membuat akta notaris,” terangnya. Untuk simpanan wajib, kata Yeti, sebesar Rp3 ribu/bulan. Hingga saat ini, koperasinya berkembang dengan pinjaman mencapai Rp500 ribu dengan modal Rp8 juta. Padahal, ujarnya, modal awal pada 10 tahun lalu hanya Rp500 ribu. Jika sudah berbadan hukum, Yeti dan anggota sepakat untuk meningkatkan usaha koperasi. Yakni, koperasi akan menjual kebutuhan pokok rumah tangga. Seperti, beras, minyak dan gula. Meskipun tidak dapat disebut koperasi, perkumpulan ekonomi yang dilakukan Yeti dan kawan-kawan, sama persis seperti koperasi dalam arti sebenarnya. “Sisa hasil usaha (SHU) setiap tahun ada. Ini kan sama kayak koperasi,” terangnya. Terkait program pemerintah yang membuat koperasi berbasis masjid di setiap RW, Yeti tidak khawatir tersaingi. Sebab, anggotanya terdiri dari ibu-ibu kader di Kelurahan Pekalipan. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: