Subsidi BBM 2014 Naik Jadi Rp210,7 Triliun

Subsidi BBM 2014 Naik Jadi Rp210,7 Triliun

JAKARTA - Niat pemerintah untuk menekan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun depan tampaknya tinggal mimpi. Karena pada akhirnya Pemerintah dan DPR sepakat untuk meningkatkan anggaran subsidi BBM pada 2014 menjadi Rp210,73 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dari anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2013 sebesar Rp199,85 triliun. Bahkan, subsidi BBM yang bakal dituangkan pada rancangan APBN 2014, itu di atas proyeksi dalam nota keuangan yang dibacakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Agustus lalu, yakni sebesar Rp194,9 triliun. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, membengkaknya subsidi BBM lantaran terpukulnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Akibatnya, pemerintah pun mengubah asumsi rupiah pada tahun depan. \"Awalnya kami optimistis rupiah di kisaran Rp9.750 per dolar AS tahun depan. Namun, melihat kondisi perekonomian saat ini, nilai tukar rupiah pun disesuaikan menjadi Rp10.500 per dolar AS,\" ungkapnya kemarin (25/9). Lantaran itu, pemerintah pun melakukan tindakan antisipatif supaya realisasi subsidi BBM tak melebihi target APBN 2014. Yakni dengan cara mengurangi volume kuota BBM menjadi 48 juta kilo liter (KL), atau kembali seperti yang ditetapkan pada APBNP 2013. \"Kalau di RAPBN 2014 sebelumnya, kita asumsikan volume BBM mencapai 50,5 juta KL,\" terangnya. Namun sebaliknya, tercatat terjadi penurunan terhadap harga ICP (Indonesian Crude Oil Price), yang selama ini juga menjadi salah satu parameter belanja subsidi BBM. Asumsi harga ICP untuk tahun anggaran 2014 adalah USD 105 per barel. Atau lebih rendah baik dari asumsi APBNP 2013 yang sebesar USD 108,0 per barel, dan RAPBN 2014 sebesar USD 106,0 per barel. Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro mengatakan, penekanan volume kuota BBM tersebut memang harus dilakukan untuk sedikit menekan efek kenaikan kurs dollar terhadap rupiah. Dengan program konversi dan beberapa kebijakan pemerintah mengenai energi alternatif, pihaknya mengaku bisa mengurangi 2,5 juta kl. Dari semula 50,5 juta kl menjadi 48 juta kl. Itu artinya, alokasi BBM tahun depan diperkirakan sama dengan alokasi APBN-P 2013. Dia merinci, jenis BBM yang bakal ditekan adalah solar. Bahan bakar diesel itu ditekan 10 persen dari target semulai 16,64 juta kl menjadi 14,64 juta kl. Sedangkan premium, bakal coba ditekan dari 500 ribu kl dari 32,96 juta kl menjadi 32,46 juta kl. \"Minyak tanah juga kami tekan dari 1,1 juta kl menjadi 900 ribu kl?\" tambahnya. Lalu apa saja yang menjadi faktor penekan? Salah satunya adalah program mandatory untuk mencampur 10 persen kandingan solar dengan biodiesel. Namun, hal yang menjadi faktor utama adalah Peraturan Menter ESDM No 1 tahun 2013 mengenai pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk kategori tertentu. Hal tersebut bakal direalisasikan melalui sistem-noncash atau proyek RFID oleh Pertamina. Sayangnya, keyakinan pemerintah tampaknya dinilai tak masuk akal oleh pengamat. Salah satunya, Wakil Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Menurutnya, niat pemerintah untuk menekan konsumsi BBM tahun depan kemungkinan besar gagal. Pasalnya, ada salah satu program pemerintah yang sangat kontradiktif dengan upaya tersebut. Yaitu : program produksi massal low cost green car (LCGC). \"Saya memang mendukung upaya pemerintah untuk menekan subsidi. Di sisi lain, saya juga tidak anti subsidi. Subsidi itu perlu bagi yang memang membutuhkan. Tapi, kalau sudah kontradiktif seperti ini rasanya konyol,\" jelasnya. Pendapat tersebut, lanjut dia, datang dari pasar LCGC yang mengincar masyarakat kelas bawah. Hal tersebut tentu saja bakal meningkatkan konsumsi BBM, terutama premium, secara besar-besaran. \"Mobil untuk orang kaya pun masih ada yang isi premium. Sekarang bayangkan kalau yang punya mobil masyarakat kelas bawah, sudah pasti pakai premium,\" terangnya. (gal/bil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: