Survei TII, Cirebon Terkorup

Survei TII, Cirebon Terkorup

JAKARTA - Tingkat korupsi di sejumlah kota di Indonesia mengalami perkembangan. Baru saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan hasil survei integritas sektor layanan publik instansi pemerintah, kemarin (9/11) giliran Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia). Sedikit berbeda dari survei KPK, TII membidik pelaku bisnis di 50 kota, dengan 9237 responden. Berdasar hasil survei yang dilakukan pada April hingga Oktober 2010 tersebut, Kota Denpasar menempati posisi tertinggi dengan indeks nilai 6,71 dari rentang nilai 0-10. Denpasar pun dipersepsikan sebagai kota terbersih dari praktik korupsi. “Kota dengan skor tinggi mengindikasikan bahwa para pelaku bisnis di sana menilai korupsi mulai menjadi hal yang kurang lazim terjadi dan usaha pemerintah dan penegak hukum di sana dalam pemberantasan korupsi cukup serius,” kata Manajer Tata Kelola Ekonomi TII Frenky Simanjutak dalam jumpa pers rilis Indeks Persepsi Korupsi TII di Graha Niaga Jakarta, kemarin. Posisi Denpasar, lanjut Frenky, diikuti empat kota lainnya dengan indeks nilai yang termasuk teratas. Yakni, Tegal 6,26; Solo 6,00; Jogjakarta 5,81; Manokwari 5,81. Sementara itu, posisi lima kota terkorup ditempati Jambi 4,13; Makassar 3,97; Surabaya 3,94; Cirebon 3,61 dan posisi terbawah adalah Pekanbaru 3,61. Frenky menguraikan, menurut persepsi para pelaku bisnis di kota-kota terkorup, praktik korupsi masih tumbuh subur dalam sejumlah sektor publik. Di sisi lain, upaya pemerintah penegak hukum kurang serius dalam memberantas korupsi di tubuh pemerintahan. Frenky tidak memungkiri bahwa survei TII tersebut memiliki hasil yang berbeda dengan survei yang dilakukan KPK. Perbedaan terletak pada responden survei. TII menggunakan responden pelaku bisnis, sementara KPK melakukan survei atas responden publik yang merupakan pengguna layanan publik. “Survei yang kami lakukan memang berdasarkan responden pelaku usaha, jadi berkaitan dengan pelayanan, pelaksanaan usaha, bikin izin usaha, bayar retribusi dan sebagainya,” imbuh dia. Karena itu, terjadi beberapa perbedaan signifikan antara hasil survei KPK dengan TII. Hasil survei kota Denpasar sama-sama menunjukkan indeks nilai baik pada kedua survei. Namun, kota Surabaya yang ditetapkan sebagai Pemkot terbersih dari korupsi oleh KPK, justru menduduki peringkat bawah dalam survei TII. Menurut Frenky, perbedaan yang cukup jauh tersebut, bergantung dari responden survei. “Pelaku usaha mungkin merasakan dampak adanya sistem birokrasi yang rumit dalam perizinan usaha, atau mereka juga menemukan praktik korupsi adalah lazim di tubuh pemerintahan,” urainya. Menanggapi hasil survei tersebut, Ketua Dewan TII Todung Mulya Lubis yang juga hadir dalam acara tersebut menuturkan, nilai-nilai tersebut masih belum ideal dalam iklim pemberantasan korupsi. Kenyatannya, korupsi masih memiliki lahan yang subur. “Kalau kita bisa mencapai angka 9 ke atas, berarti di daerah tersebut, korupsi mulai diharamkan,”paparnya. Dia menambahkan, hasil survei daerah yang jelek, justru bisa menjadi pemicu pemkot, pemkab, dan pemprov untuk melakukan perbaikan, ketika melihat IPK-nya rendah. “Hasil survei malah bisa jadi motivasi untuk perbaikan ke arah yang lebih baik,” imbuhnya. Sebelumnya, KPK merilis hasil survei nasional indeks integritas sektor layanan publik instansi pemerintah pusat, instansi vertikal dan pemkot. Berdasarkan hasil survei periode April 2010 hingga Agustus 2010 tersebut, Kementerian Perhubungan menduduki peringkat terendah dalam indeks nilai integritas instansi pusat, sementara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memiliki indeks nilai tertinggi diantara 22 Pemkot di Indonesia. (ken/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: