Wilatno Dituntut 7 Tahun Penjara
Rugikan Negara hingga Rp1,7 Miliar KUNINGAN - Masih ingat Wilatno (49), oknum bendahara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan Pasawahan. Sosok mengejutkan yang diduga mengorupsi uang negara melalui mark up jumlah gaji guru di lingkup kecamatannya senilai Rp1,7 miliar, dituntut 7 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kuningan, akhir pekan kemarin. Saat dikonfirmasi, Ketua Kejaksaan Negeri Kuningan, Hj Siti Utari MH melalui JPU, Agung Mardi Wibowo, menegaskan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan. Sesuai aturan dan ancaman pidana dalam pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b, ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto UU Nomor 20/2001, pihaknya menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 7 tahun dan 6 bulan penjara. ”Tuntutan itu dikurangi masa tahanan terdakwa selama menjalani persidangan, selama itu terdakwa harus tetap ditahan,” ujar Agung. Agung juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp1.760.351.000. Hukuman terdakwa bisa berlipat, apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum. Dikatakannya, seperti harta benda milik terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. ”Jika terdakwa tidak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 9 bulan. Atau total hukuman penjara menjadi 11 tahun dan 5 bulan,” tegas dia. Seperti diketahui, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP), kerugian negara akibat perbuatan terdakwa Wilatno mencapai Rp1, 7 miliar lebih. Perbuatan tersangka sudah dimulai tahun 2007. Modusnya ada dua, tahun 2007 rekap daftar gaji pegawai asli di lingkup UPT Pendidikan Pasawahan dari Sekda seperti biasa ditandatangani kepada UPT. Kemudian, diam-diam tersangka merubah daftar rekap tersebut. Perubahan pun terjadi dengan adanya tambahan jumlah pegawai yang berhak menerima gaji. Lebih dari itu, nominal gaji juga ditinggikan, sehingga total gaji yang diambil terdakwa untuk seluruh pegawai UPT Pendidikan Pasawahan dari Disdikpora lebih besar dari yang sebenarnya. Modus lain, terdakwa menandatangan sendiri rekap daftar gaji tersebut dengan meniru tandatangan kepala UPT Pendidikan Pasawahan. Tandatangan palsu itu untuk mengelabui Kasubag Keuangan Disdikpora. Sedangkan daftar gaji kembali diketik ulang terdakwa dengan meminta bantuan salahseorang staf di Disdikpora karena terdakwa tidak terlalu pandai mengoperasikan komputer. Tanpa rasa curiga, staf itupun mau mengerjakan hal itu dengan imbalan Rp50 ribu. Selanjutnya, untuk menghindari kecurigaan, terdakwa juga memanfaatkan kelengahan bagian verifikator Disdikpora dengan menyerahkan rekap daftar gaji pegawai tersebut paling akhir. Maklum di saat terakhir, seluruh rekap harus buru-buru diproses dengan cepat. (tat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: