Jarak Aman Gunung Merapi Dipersempit
JAKARTA - Status aktivitas Gunung Merapi masih tetap awas. Erupsi gunung berapi paling aktif di dunia itu juga belum bisa diprediksi. Namun, Badan Geologi sudah berani mengusulkan agar zona aman direvisi dari 20 kilometer menjadi 10-15 kilometer dari puncak. Hal itu diungkapkan R Sukhyar, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemarin (14/11). Menurut dia, jarak aman untuk daerah Boyolali dikurangi menjadi 10 kilometer, Magelang 15 kilometer, dan Klaten 10 kilometer, sedangkan Sleman tetap 20 kilometer. Kenapa? Pertimbangannya, katanya, radius pergerakan awan panas Gunung Merapi di tiga kabupaten di Jawa Tengah tersebut berubah. Di antaranya di Magelang melalui Kali Bebeng mencapai 11,5 kilometer, Boyolali melalui Kali Apu hingga empat kilometer, dan Klaten melalui Kali Woro sepanjang 7 kilometer. ”Khusus untuk Sleman melalui Kali Gendol 14 kilometer,” katanya saat dihubungi kemarin (14/11). “Tapi, kami tetap imbau warga agar tetap waspada,” imbuhnya. Bagi para pengungsi yang akan kembali ke rumahnya, Badan Geologi meminta agar mereka tetap berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan petugas di lokasi. Dihubungi terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif justru meminta pengungsi untuk tidak terburu-buru pulang. ”Kita masih verifikasi daerah mana yang bisa ditempati, mana yang sudah tak bisa dihuni lagi,” katanya. Kondisi tempat tinggal yang telah ditinggalkan pengungsi selama berhari-hari tentu tidak terlalu baik, misalnya telah tertutup pasir atau abu vulkanik. ”Nanti dicek dulu oleh pemuda-pemuda masing-masing desa bersama TNI dan Polri,” katanya. TNI dan Polri juga akan menyediakan angkutan dan pengawalan saat pengungsi kembali untuk kali pertama ke tempat tinggalnya. ”Prinsipnya kita dampingi,” ujarnya. Dengan perubahan jarak aman ini, diperkirakan ada 60 ribu warga yang bisa kembali ke rumahnya. Di bagian lain, kondisi perekonomian warga di empat kabupaten (Sleman, Magelang, Klaten, Boyolali) yang berada di lereng Merapi itu nyaris lumpuh sejak Merapi aktif 20 hari lalu. Pemerintah secara resmi memang belum memberikan data resmi total kerugian di empat kabupaten. Kendalanya, proses pendataan kerusakan memang tidak gampang. Sebab, bahaya awan panas sewaktu-waktu bisa mengancam nyawa petugas. Jawa Pos (Grup Radar Cirebon) yang beberapa kali ikut naik mendampingi proses pencarian data maupun evakuasi jenazah merasakan langsung betapa Merapi sukar ditebak ”mood” nya. ”Untuk pendataan memang ada kendala faktor alam, kita juga memperhitungkan keselamatan petugas,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Direktur Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB. Meski begitu, BNPB sudah berkoordinasi dengan pemerintah empat kabupaten untuk melakukan cek kerugian berdasar data statistik yang sudah ada. ”Ini masih proses, nanti akan jadi acuan nasional kalau sudah fixed,” tambahnya. Menghitung kerugian akibat erupsi memang bukan pekerjaan gampang. Sebab, hampir tiap sektor ada hitung-hitungan angkanya sendiri. Sektor pertanian misalnya, kerugian di empat kabupaten (Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali) diperkirakan tembus Rp1 Triliun. Di Sleman, Dinas Petanian setempat menghitung sekitar Rp232 M. Itu dilihat dari luas lahan siap panen yang terdampak. (rdl/iro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: