Soal Preshold, Hakim MK Buka Kemungkinan Ubah Pertimbangan Hukum
ARGUMENTASI permohonan uji materiil ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, yang diajukan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, mendapat masukan dari Hakim Konstitusi.
Masukan disampaikan 3 Hakim Konstitusi dalam sidang pendahuluan permohonan nomor 70.PUU-XIX/2021 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (11/1).
Dalam sidang yang dihadiri Gatot dan kuasa hukumnya, Refly Harun, secara virtual, Ketua Panel Hakim Konstitusi, Aswanto, masih mempertanyakan kepastian argumentasi permohonan.
Sebab, menurut Aswanto, kepastian argumentasi kemungkinan bisa mengubah pertimbangan hukum MK yang tertuang di dalam Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017.
\"Kalau ada argumen‑argumen baru, Mahkamah akan melihat bahwa mungkin saja pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 itu memang ada hal‑hal yang kurang, sehingga Mahkamah mau tidak mau harus mengubah pandangannya,\" ujar Aswanto dikutip Redaksi dari laman mkri.id, Rabu (12/1).
\"Ini yang menurut saya penting untuk dielaborasi kembali, sehingga Mahkamah yakin bahwa memang ini tidak hanya mengulang saja perkara sebelumnya,\" sambungnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan nasihat perbaikan permohonan terkait dengan Kewenangan Mahkamah. Enny menyarankan Pemohon menambahkan Undang‑Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kemudian, Enny juga meminta kepada Pemohon untuk menjelaskan bentuk kerugian konstitusional yang dialami. Sebab, dia melihat dalam permohonan pemohon hanya menyebutkan bahwa Gatot kehilangan hak konstitusionalnya sebagai pemilih, atas ketentuan Preshold yang tidak memberikan kesempatan adanya banyak capres.
\"Nah, itu coba dielaborasi lagi lebih dalam,\" imbuh Enny.
Sedangkan Hakim Konstitusi Suhartoyo menyoroti substansi permohonan atau posita.
\"Kalau Anda bisa menarik roh daripada pertimbangan Putusan 74 di bagian legal standing, bagaimana Anda juga bisa mencari roh pertimbangan pada bagian substansi,\" demikian Suhartoyo menambahkan.
Dalam sidang pendahuluan tersebut, Refly Harun sudah menjelaskan kepada Hakim Konstitusi mengenai kedudukan hukum Pemohon dan argumentasi hukum gugatannya.
Refly mengatakan, legal standing dalam permohonan tersebut adalah perorangan warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak untuk memilih namun berpotensi dirugikan karena adanya presidential threshold yang membatasi calon.
Karena itu, Refly menyatakan bahwa permohonan yang diajukan Gatot sangat sederhana atau lebih sederhana dibandingkan permohonan sebelumnya. Sebab, permohonan ini memiliki makna yang jelas dan tegas (expressis verbis), serta merupakan bagian hak konstitusional (constitutional rights).
Refly menyebutkan, ketentuan ambang batas 20 persen pencalonan presiden yang juga masuk dalam pertimbangan hukum MK pada Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017, yang menggunakan penafsiran sistematis dalam membaca Pasal 6A UUD 1945, merupakan aturan yang bukan bersifat open legal policy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: