Keindahan Persoalan

Keindahan Persoalan

INFORMASI yang mengandung optimisme itu bisa mendorong gerak. Itu nyata. Setidaknya saya lakukan.

Semangat saya untuk ke Tambora lagi pekan lalu antara lain karena informasi baik ini: “Semua sungai yang dulu bapak seberangi itu sekarang sudah ada jembatannya. Bisa lebih cepat,” ujar teman saya di Bima.

Saya pun percaya. Sudah empat tahun saya tidak ke Tambora. Saya ingat kali pertama ke Tambora lebih berat lagi. Tapi yang pertama itu musim kemarau. Kalau toh harus menyeberangi sungai mudah saja: airnya sedikit sekali. Sesekali justru merasa seperti Indiana Jones.

Di lain waktu saya juga pernah ke Tambora pakai jalan pintas: speed boat. Dari kota Sumbawa Besar langsung motong Teluk Saleh. Melewati Pulau Moyo yang Anda sudah tahu itu: Lady Di pernah tinggal di situ seminggu. Rocker Mike Jagger juga. Beberapa bintang film Hong Kong ikutan.

Dua jam di speed boat sudah sampai Tambora.

Pernah juga ke Tambora dari Bima. Tujuh jam naik mobil. Zaman itu jalan lebih banyak lubangnya –lubang beneran– daripada ratanya. Juga lebih banyak sungainya daripada jembatannya.

Saya belum pernah ke Tambora dari Sumbawa Besar lewat Empang. Memutari Teluk Saleh itu.

Sekarang!

“Delapan jam lho pak,” ujar teman saya yang akan mengemudikan mobil.

“Kita bisa gantian. Saya sudah mulai terbiasa berkendara 8 jam. Surabaya-Jakarta,” jawab saya.

Dari UTS (Universitas Teknologi Sumbawa) kami langsung ke Tambora. Sepanjang jalan ada obrolan yang menarik: salah satunya tentang si Nurul Huda, mahasiswi Lebanon berpaspor Palestina yang lima ”I” itu. Saya lirik foto Nurul sampai dizoom berkali-kali. Terutama ingin lihat alis dan matanyi.

Saya ingat sajak berjudul ”Alis” karya Raani Rasyad yang saya baca di Bima:
Alis matamu
Tahukah kau
Telah lama kusembunyikan rindu
Di kedua alismu.

Saking asyiknya perjalanan ini sampai saya lupa: belum memilih komentar-pilihan untuk Disway edisi besok paginya.

Tentu ada keasyikan lain yang juga lima ”I”: alam Sumbawa di musim basah seperti ini. Gunung dan lembahnya hijau semua. Seperti lukisan. Rasanya tidak kalah dengan pemandangan di Selandia Baru. Saya lebih senang melihat yang Sumbawa ini: hijaunya memberi harapan. Itulah hijau tanaman jagung. Di lembah, di lereng, di bukit semuanya jagung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: