Pemerintah Didesak Selamatkan Pelaut Indonesia Dari Pemberontak Houthi

Pemerintah Didesak Selamatkan Pelaut Indonesia Dari Pemberontak Houthi

PEMERINTAH didesak untuk segera melakukan aksi penyelamatan terhadap salah satu pelaut asal Indonesia yang saat ini ditawan oleh pemberontak Houthi.  Pelaut asal Indonesia itu bertugas di kapal barang Rwabee yang dibajak oleh pemberontak Houthi sejak 2 Januari 2022 lalu. 

\"Harus segera dibebaskan, karena potensi perubahan status dari tawanan perompak menjadi tahanan perang bagi pelaut Indonesia di kapal Rwabee yang Dibajak,\" tegas Pengamat Maritim, Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa, Senin 24 Januari 2022. 

Sebagaimana diketahui, pemberontak Houthi Yaman menolak untuk membebaskan kapal barang Rwabee yang dibajak mereka.

BACA JUGA:Covid-19 Mampir Lagi ke Kota Cirebon, Ada Satu Keluarga 5 Orang dari Harjamukti Dirawat

 Alasan penolakan tersebut menurut pejabat milisi Houthi, Hussein Al-Azzi yang dilansir media Arab News, Sabtu 15 Januari 2022 lalu, karena kapal itu membawa senjata untuk Koalisi Arab untuk mendukung legitimasi di Yaman. 

Bahkan pejabat tersebut juga menyebutkan dalam cuitannya di twitter bahwa kapal itu juga tidak dimuati kurma atau mainan anak-anak, tetapi sarat dengan senjata.

\"Dengan adanya penolakan dari petinggi Houthi untuk pembebasan kapal Rwabee, lalu bagaimana dengan nasib para awak kapal yang ikut ditahan, yang salah satunya WNI, Surya Hidayat Pratama, Chief Officer?,\" ujar Capt Hakeng. 

BACA JUGA:Perbudakan Bupati Langkat, Karyawan Sawit Ditempatkan Dalam Kerangkeng Mirip Penjara

Menurut berita yang dimuat beberapa media, kabarnya kondisinya baik dan berada di hotel di Yaman. 

\"Tapi hingga kini belum ada kepastian kapan akan dibebaskan. Lalu dalam situasi seperti ini, posisi awak kapal WNI tersebut sebagai apa jadinya?,\" tanya Capt Hakeng. 

Menurutnya terdapat risiko yang dihadapi para pelaut ketika melewati daerah konflik seperti perang antara Koalisi Arab Saudi dan Pemberontak Yaman ini. 

Negara Indonesia pun memiliki Perpu No. 23. Tahun 1959 sebagai pengganti UU No. 74 tahun 1957 yang dapat sedikit banyak menjelaskan situasi tersebut.

Menilik peristiwa itu Mantan KaBais, Laksamana Madya  Sulaiman Ponto berpendapat bahwa Arab Saudi dalam kondisi berperang di wilayah tersebut dan kapalnya ditahan oleh pemberontak Yaman atau Houthi. Posisi awak kapal dapat sebagai tawanan kapal yang dibajak atau tahanan perang.

\"Kapal Rwabee berbendera UEA dan disewa oleh Arab Saudi. UEA dan Arab Saudi masuk dalam koalisi yang berperang dengan pemberontak Houthi. Jadi bisa berbeda versi status dari awak kapal yang ditahan oleh Houthi. Apalagi menurut versi Arab Saudi kapal tersebut dibajak, jadi status awak kapal adalah disandera oleh Pemberontak Houthi. Sementara menurut versi Pemberontak Houthi kapal tersebut adalah kapal militer, karena mengangkut perlengkapan militer yang ditangkap dalam operasi militer, bukan tidak mungkin bila awak kapal berpotensi dianggap sebagai tahanan perang atau prison of war (POW),\" kata Sulaiman Ponto kepada media Selasa 18 Januari 2022 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: