130 Kambing dan 18 Sapi di Desa Bode Lor
CIREBON – Masjid Mu’tamarul Huda Desa Bode Lor Kecamatan Weru tahun ini berkurban 130 kambing dan 18 sapi dari masyarakat Desa Bode Lor. “Ini semua dilakukan oleh masyarakat Bode Lor dengan dua cara, yang pertama dengan mengikuti tabungan kurban dan yang kedua langsung secara kontan,” ujar Ketua Panitia Kurban Masjid Mu’tamarul Huda, Jazuli Hilman. Dia menyatakan, pada tahun 2009 Masjid Mu’tamarul Huda Desa Bode Lor berkurban 16 sapi dan 127 kambing. Sementara untuk tahun ini 18 sapi dan 130 kambing. Ini berarti ada peningkatan jumlah hewan kurban dibandingkan tahun sebelumnya. “Untuk tabungan kurban tahun ini menyumbang 50 kambing dan 4 sapi, berarti sisanya merupakan sodaqoh dari masyarakat Bode Lor,” ucapnya. Dia menambahkan, tabungan kurban dapat disetorkan perminggu dengan jumlah setoran yang tidak dibatasi. Yang terpenting akhirnya mencapai harga dari hewan kurban yang dipilih. “Ada yang menyetor perminggu Rp10 ribu, Rp50 ribu, semua tergantung kemampuan dari yang bersangkutan, ada yang baru 1 tahun sudah selesai namun ada pula yang baru 3 tahun selesai,” tuturnya. Dia mengatakan, untuk kurban sapi yang kolektif dapat dilakukan oleh 7 orang yang mana harga sapi mencapai Rp9,8 juta. Sehingga apabila dibagi 7 maka perorang mendapat bagian dana yang harus disetorkan ke panitia sejumlah Rp1.4 juta. Disamping itu, adapula yang secara pribadi menyumbangkan sapi dengan harga Rp17,5 juta dan adapula yang mencapai harga Rp30 juta/sapi. “Perbedaan harga bukan karena diskriminasi, tetapi lebih karena besar kecilnya sapi, sapi yang besar tentu berbeda harganya dengan sapi yang kecil atau sedang,” ungkapnya. Dia menambahkan, untuk belanja sapi langsung ke daerah Banjarnegara Jawa Tengah yang terkenal dengan sapi yang berkualitas serta murah, sedangkan untuk kambing belanja di Kuningan. Pihak panitia telah menyiapkan sekitar 600 orang yang terdiri panitia dan pengobeng. “Yang dimaksud dengan istilah panitia disini adalah orang yang ditunjuk mengurus masalah kurban mulai dari awal sampai hari Idul Adha atau hari H, sedangkan yang dimaksud dengan pengobeng disini adalah orang yang ditunjuk untuk bekerja hanya pada hari Idul Adha atau hari H saja,” ucap Jazuli. Dia menyatakan, untuk penerima daging atau mustahiq pada tahun lalu sekitar 3400 mustahiq dengan perincian mustahiq non panitia sebanyak 2800 orang atau keluarga dan mustahiq panitia sejumlah 600 orang. “Jadi jumlah seluruh mustahiq tahun lalu berjumlah sekitar 3400 orang keluarga, sedangkan untuk tahun ini kemungkinan besaar bertambah menjadi sekitar 3500 orang keluarga,” ucapnya. Dia menceritakan, ada banyak pihak yang menganjurkan untuk memasukkan Desa Bode Lor sebagai desa penyumbang kurban terbanyak se-Indonesia dengan masuk MURI, untuk wilayah se-Kabupaten Cirebon dari pihak terkait banyak yang menyatakan bahwa Bode Lor penyumbang kurban terbanyak setiap tahunnya. Dia meyatakan, bagi masyarakat yang berkurban kambing mendapatkan 1 kepala, 1 kaki paha, dan hati. Sedangkan bagi masyarakat yang berkurban sapi patungan mendapatkan 5 sampai 6 kg perorang dari tujuh orang yang patungan. Jika masyarakat itu berkurban sapi dengan biaya sendiri (tidak patungan) mendapat 1 kepala, 1 paha, dan hati, sedangkan untuk panitia dan pengobeng yang berjumlah 600 orang mendapatkan 1,3 kg daging ditambah tulang untuk perorang, masyarakat non panitia mendapatkan sekitar 1,8 kg perorang. Dia menambahkan, Sisa kulit sapi atau kambing kurban masih tetap dapat dimanfaatkan dengan dijual, untuk kulit sapi dapat menghasilkan dana segar sejumlah Rp5.000.000 dengan perkiraan kulit sapi per/kg Rp10.000. Sedangkan dari kulit kambing mendapat dana tambahan perkulit seekor kambing dihargai Rp40.000, jadi untuk kabing bisa mendapat dana tambahan sebesar Rp4.000.000. “Dari jumlah total penjualan kulit sapi dan kambing akan dipotong biaya operasional, dari sisa yang ada akan dipergunakan untuk kemakmuran Masjid Bode Lor,” ungkapnya. Jazuli menyatakan, di Desa Bode Lor ada penyumbang tetap yang setiap tahun menyumbang sapi atau kambing. “Kami berharap hal ini dapat memotivasi desa lain untuk lebih meningkatkan kebersamaan dalam berkurban, masalahnya bukan mampu atau tidak tetapi lebih kepada niat atau tidak, karena kalau niat dapat mengikuti tabungan kurban yang dilakukan oleh desa atau DKM masjid yang bersangkutan dari tiap desa,” ujarnya. Dia kembali menceritakan bahwa tradisi berkurban dengan jumlah yang banyak dimulai sekitar tahun 1982. Sebelum dikoordinir oleh panitia di masjid hanya ada 2 kambing saja. Kemudian pihak DKM berinisiatif untuk membentuk panitia yang khusus menangani kurban dan meningkatkannya dengan berbagai cara. “Setelah dikoordinir oleh panitia, masyarakat desa Bode Lor mulai banyak yang berkurban mencapai ratusan jumlahnya, bahkan pernah pada tahun 1998 saat semua daerah terkena imbas dari krisis moneter, tetapi di Desa Bode Lor malah kurban kambing membludak sampai 150,” ucapnya.(ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: