Hasil Survei, 84,4 Persen Pengguna Medsos Menolak Penundaan Pemilu 2024

Hasil Survei, 84,4 Persen Pengguna Medsos Menolak Penundaan Pemilu 2024

Sementara dalam sample yang representatif, lanjut Saiful, bisa diketahui seberapa banyak masyarakat yang menggunakan media sosial. Pada survei SMRC, Desember 2021, yang mengaku pernah menggunakan media sosial dalam pelbagai bentuk sekitar 59 persen dari orang dewasa (umur 17 tahun ke atas). 59 persen ini sekitar 118 juta.

Berdasarkan survei ini, menurut Saiful, angka 110 juta yang dikemukakan Luhut itu masuk akal. Tapi kita kekurangan data apakah 110 juta itu menginginkan atau tidak penundaan Pemilu. LBP tidak mendemonstrasikan itu.

Sementara data SMRC bisa mendemonstrasikan apakah pengguna media sosial itu ingin penundaan Pemilu atau tidak. Menurut Saiful, untuk mengetahui pandangan pengguna media sosial mengenai isu penundaan Pemilu pasti tidak mudah karena terkait dengan pandangan personal.

Sementara dalam survei, kata Saiful, responden bisa langsung ditanya apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan ide itu. Karena itu, menurut dia, Analisa pada data media sosial adalah tafsir dan belum tentu penafsiran itu sesuai dengan yang dimasuk pengguna media sosial tersebut.

Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini menguraikan bahwa pada survei SMRC bulan September 2021, terdapat pertanyaan yang spesifik, apakah Pemilu itu harus ditunda atau tetap dilaksanakan sesuai dengan keputusan yang sudah dibuat dalam UU. 82,5 persen menyatakan Pemilu tetap saja, tidak perlu ditunda.

Saiful menyatakan bahwa survei dengan pertanyaan yang sama tidak hanya sekali, melainkan dilakukan berulang-ulang. Survei dengan pertanyaan yang serupa juga dilakukan oleh lembaga-lembaga lain, seperti Indikator Politik Indonesia, Lembaga Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia. Hasilnya kurang lebih sama. Meyoritas pemilih menolak ide bahwa Pemilu 2024 itu ditunda.

Secara umum, dari temuan survei yang dilakukan beberapa kali oleh pelbagai lembaga survei, termasuk survei LSI pada Maret 2022, mayoritas publik tidak menginginkan penundaan Pemilu dan menolak perpanjangan periode presiden.

Saiful menambahkan “dari survei-survei ini terlihat bahwa semakin kencang kampanye tentang perlunya tiga periode atau penundaan Pemilu, resistensinya juga makin naik.”

Mengenai masa jabatan presiden tiga periode, SMRC juga memiliki data dari dua kali survei, yakni bulan Mei dan September 2021. Dua survei ini menunjukkan publik yang menolak ide tiga periode presiden naik dari 74 menjadi 84 persen.

Sementara yang menyatakan ingin mengubah periode kekuasaan presiden sebesar 13 pada Mei dan 12 persen pada survei September 2021. Dan yang menyatakan ingin diubah sebenarnya terpecah karena tidak mesti tiga periode, malah sebagiannya ingin satu periode saja. Ada yang menyatakan cukup satu periode untuk masa jabatan delapan tahun.

“Sangat kecil sebenarnya di masyarakat yang menginginkan Pak Jokowi menjadi presiden untuk ketiga kalinya. Demikin pula dengan yang menginginkan penundaan Pemilu.” tegas Saiful. (ing)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: