Polri Tolak KPK Ambil Gayus
JAKARTA - Mabes Polri masih percaya diri bisa menangani kasus Gayus Tambunan. Meski desakan masyarakat agar kasus ini diambil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), korps Bhayangkara tidak terpengaruh. Polisi justru menilai KPK masih harus menangani kasus lain yang belum tuntas. “Kami terima saran dari publik. Tapi, sabar dulu ini kan masih berjalan. Nanti prosesnya bisa diikuti di persidangan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Ketut Untung Yoga kemarin (21/11). Jenderal bintang satu itu menegaskan, transparansi penanganan kasus Gayus akan gamblang di muka pengadilan. Ketut menambahkan, koordinasi antara polisi dan KPK selama ini berjalan harmonis. “Kasus ini kan juga tidak stagnan atau berhenti di tengah jalan. Justru sedang diselesaikan secara tepat,” katanya. Lagipula, lanjut Ketut, KPK sedang menangani banyak kasus lain yang juga belum sepenuhnya tuntas. “Masing-masing penegak hukum punya tugas yang masing-masing bisa saling membantu dan menghormati,” katanya. Secara terpisah, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi SP menegaskan, secara resmi KPK belum berencana mengambil alih kasus Gayus. “Prosesnya masih di polisi,” katanya. Menurut Johan, KPK memang mempunyai kewenangan menyidik sebuah kasus korupsi. Namun, jika kasus itu masih ditangani penegak hukum lainnya, KPK tidak bisa serta merta mengambil alih. “Posisi kami menunggu,” kata mantan jurnalis ini. Kasus mafia pajak Gayus yang makin berkepanjangan memang membuat banyak pihak pesimis dengan kinerja Polri. Belum tuntas penanganan kasus mafia pajak, Polri kecolongan dengan insiden kepergian Gayus ke Bali beberapa waktu lalu. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 10 fakta kejanggalan yang terjadi dalam pengungkapan skandal kasus yang diduga kuat melibatkan para petinggi di kepolisian. “Kejanggalan-kejanggalan itu meluas, baik dari segi kasus, hingga dari penegak hukum itu sendiri,” kata Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah di kantor ICW kemarin. Febri memaparkan, kejanggalan paling mencolok, Gayus dijerat pada kasus PT SAT, bukan pada kasus utama yakni kepemilikan rekening Rp28 miliar. Polisi juga menyita save deposit milik Gayus sebesar Rp75 miliar. Namun, hingga kini perkembangan pemeriksaan atas rekening tersebut tidak jelas. “Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar,” imbuh Febri. Peneliti Hukum ICW Donal Fariz melanjutkan, tiga perusahaan Bakrie (PT Kaltim Prima Coal, Arutmin dan Bumi Resources) yang tidak diproses kepolisian menjadi kejanggalan ketiga. Padahal, dalam kesaksian Gayus di persidangan, disebut kepemilikan rekening Rp28 miliar berasal dari tiga perusahaan tersebut. Selanjutnya, lanjut Donal, pihak kepolisian terkesan melindungi dugaan keterlibatan para perwira tinggi, seperti Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, dan Raja Erizman. Mereka hingga kini tidak tersentuh sama sekali, meski mereka disebut dalam kesaksian Gayus. “Pihak kepolisian melokalisir kasus ini hanya sampai kepada perwira menengah yakni Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini,” kata Donal. Kejanggalan-kejanggalan selanjutnya, diantaranya penetapan Gayus, Humala Napitulu dan Maruli Pandapotan sebagai tersangka kasus pajak PT SAT, namun tidak menjerat atasan mereka. Penetapan jaksa Cirus Sinaga sebagai tersangka kasus suap dalam kasus mafia pajak, yang tiba-tiba diubah hanya berstatus saksi saja, juga menjadi kejanggalan besar. Selanjutnya, kejaksaan justru melaporkan Cirus terkait bocornya rentut, bukan karena kasus dugaan suap Rp5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pencucian uang dalam dakwaan kasus sebelumnya. “Dalam kasus ini, Ditjen Pajak juga terkesan enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga menyuap Gayus, alasannya menunggu novum baru,” kata Donal. Kasus kaburnya Gayus dari Rutan Mako Brimob, serta pelesiran Gayus ke Bali dengan menggunakan identitas palsu, semakin menunjukkan adanya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Yang terakhir, sikap kepolisian yang menolak kasus Gayus diambil alih KPK, justru menunjukkan resistensi yang tinggi terhadap KPK. Sebab, kepolisian terlihat tidak serius menangani kasus ini, hingga akhirnya berujung pada aksi pelesiran Gayus di Bali. Donal menguraikan, 10 kejanggalan tersebut sudah cukup menjadi alasan bagi KPK, untuk mengambil alih kasus tersebut.(ken/rdl/kuh/jpnn/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: