Kolam Ukraina

Kolam Ukraina

Presiden Biden memang sudah tegas menyatakan: Putin harus dikeluarkan dari G20. Indonesia tentu akan cari jalan keluarnya.

India adalah contoh ”anak nakal” yang lain. Ia masuk persekutuan pertahanan dengan negara Barat untuk Pasifik —bersama Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang— tapi tetap bersahabat dengan kawan lamanya, Rusia. Ketika Barat memboikot minyak Rusia, India terus impor minyak dari sana.

Dan Turki kini menjadi harapan baru. Memang ada keadaan yang kurang mendukung kesuksesan perundingan itu. Tiba-tiba saja, kemarin, ada keprihatinan baru: Rusia menjatuhkan rudal di dekat Kota Lviv. Tidak jauh dari perbatasan anggota NATO, Polandia —yang dulu masuk blok Uni Soviet Rusia.

Serangan baru tersebut seperti ancaman baru yang serius.

Oh, ternyata itu rudal gertak. Bukan rudal serius —meski kerusakan yang diakibatkannya sangat serius.

Di Lviv ada markas militer —termasuk militer dari banyak negara Barat. Di situ juga wartawan internasional berbasis —untuk meliput perang ini.

Rudal tersebut ternyata tidak untuk menggagalkan perundingan Turki. Itu hanya untuk mengejek Presiden Joe Biden. Yang dua hari sebelumnya berada di Polandia. Di situ Biden berbicara keras sekali ke arah Rusia. Termasuk kalimat ini: ”Putin tidak boleh punya kekuasaan lagi”.

Tafsir yang beredar: Amerika akan menggulingkan Putin dengan cara apa pun.

Karena itu, munculnya kalimat seperti itu sampai disayangkan oleh seorang anggota kabinet Inggris: itu bisa membuat Rusia lebih agresif. Juga bisa membuat dukungan dalam negeri untuk Putin justru menguat.

Padahal, Barat justru harus menciptakan pelemahan dukungan rakyat Rusia terhadap Putin. Sehari kemudian, Biden memperbaiki kalimatnya: bukan agar Putin dijatuhkan, melainkan ”Putin tidak boleh lagi punya kekuasaan di Ukraina”.

Tentu di mana-mana sama: ada kadrun, ada pula cebong. Ada kolam, ada pula gurun. Pun di Rusia, di Ukraina, di NATO dan di Liverpool. Tapi, di mana-mana juga sama: lebih banyak yang netral dan rasional.

Amerika tentu terus mengintai seberapa banyak kekuatan mirip kadrun di Rusia. Apakah —dengan perang yang lambat ini— dukungan kepada Putin kian kuat atau kian lemah. Itu karena bisa menjadi modal untuk menggulingkan Putin.

Rusia tentu berbuat yang sama di Ukraina: seberapa besar kolam di sana.

Dari situ bisa diperkirakan: kalaupun kelak dilaksanakan referendum di sana, rakyat memilih mana. Mengubah konstitusi untuk menjadi negara netral atau tetap ingin menjadi anggota NATO.

Mungkinkah hasilnya terbelah? Di wilayah timur pro-netral dan wilayah barat pro-jadi NATO? Lalu, akan ada dua negara: Ukraina Barat dan Ukraina Timur —seperti di Korea? (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: